BMKG Waspadai Bencana Hidrometeorologi Akibat La Nina Awal Oktober, Ancaman Gempa dan Tsunami

14 Oktober 2020, 15:52 WIB
Ilustrasi dampak La Nina. BMKG waspadai peralihan musim dan dampak La Nina terhadap bencana Hidrometeorologi /PIXABAY/David Mark

SEMARANGKU – BMKG beberapa waktu lalu menyelenggarakan rapat koordinasi nasional (rakornas) terkait potensi bencana hidrometeorologi akibat adanya La Nina di awal Oktober dan ada juga bahasan ancaman gempa bumi dan tsunami di Indonesia.

Rakornas tersebut diselenggarakan pada 7 Oktober lalu dengan tema “Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, Gempabumi dan Tsunami 2020/2021 untuk mewujudkan Zero Victims”.

Dalam rakornas tersebut hadir sejumlah pihak terkait seperti Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Dirjen dari Kementerian Dalam Negeri, hingga Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Baca Juga: Hari Terakhir, Daftar Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemdikbud Bulan Oktober, Hubungi Nomor Ini

Baca Juga: Sambut Hari Sumpah Pemuda, Telkomsel Beri Hadiah Uang Gratis 2,5 Juta, Ini Syarat dan Cara Dapatnya

Sejumlah pemerintah daerah yang daerahnya berpotensi mengalami bencana juga hadir, di antaranya ada Gubernur Jawa Timur dan Gubernur Aceh.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan urgensi dari rakornas ini menyusul pada awal Oktober BMKG, NOAA, JMA, dan BoM Australia telah memastikan terjadinya fenomena La Nina.

Fenomena tersebut terjadi pada level moderate seiring dengan dimulainya awal musim hujan pada bulan Oktober dan November. Hal ini berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah di Indonesia.

Baca Juga: Mau Hadiah Uang Hingga Rp 7,5 Juta dari Telkomsel? Ini Syarat dan Cara Dapatnya!

Baca Juga: Utang Indonesia Besar Oleh Siapa, Bukan Jokowi, Soeharto dan SBY, Tapi Gara-Gara Negara Ini

“Dengan adanya fenomena La Nina moderate ini diprediksi akan ada peningkatan curah hujan mulai bulan Oktober sampai November dan akan berdampak di hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali di Sumatera,” ucap Dwikorita, dilansir oleh Semarangku dari laman BMKG.

Lebih lanjut Dwikorita mengajak semua pihak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapai hal yang sudah di depan mata tersebut.

Dwikorita menunjukkan catatan historis yang menyebutkan bahwa La Nina dapat menyebabkan peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia sebanyak 20 sampai 40 persen di atas normal.

Baca Juga: Tak Hanya CMA, Merger Tiga Bank Syariah BUMN Harus Lewati Beberapa Proses Ini Dulu

Baca Juga: Siaga Bencana Gelombang Tsunami Pantai Selatan Pulau Jawa, Ini Daftar Lengkap yang Harus Dilakukan

Jumlah tersebut bisa lebih. Namun, dampak La Nina tidak bisa disamaratakan ke seluruh wilayah Indonesia secara umum. Pada bulan Oktober-November 2020, diprediksikan peningkatan curah hujan bulanan dapat terjadi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatra.

Sementra itu, peningkatan curah hujan di bulan Desember hingga Februari 2021 akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara, dan Papua.

Data kejadian gempa bumi berdasarkan data monitoring kegempaan yang dilakukan BMKG menunjukkan peningkatan aktivitas dalam jumlah maupun kekuatannya.

Baca Juga: Tsunami Setinggi 20 Meter di Pulau Jawa Saja, Salah, Berikut Daftar 14 Wilayah Indonesia Berpotensi

Baca Juga: Tsunami Pulau Jawa, Fenomena Alam dan Pertanda Menakutkan yang Menyertainya, Sebelum Hapus Daratan

Kejadian gempa bumi sebelum tahun 2017 rata-rata hanya 4000-6000 kali dalam setahun, yang dirasakan atau kekuatannya lebih dari 5 sekitar 200-an.

Namun setelah tahun 2017 jumlah kejadian itu meningkat menjadi lebih dari 7000 kali dalam setahun bahkan terjadi peningkatan signifikan pada tahun 2018 dan 2019.

Dwikorita menyebutkan bahwa peningkatan tersebut justru lebih tepat disebut sebagai lonjakan yang signifikan.

Baca Juga: Tanda Alam Saat Tsunami 20 Meter Datang ke Pulau Jawa, Ini yang Paling Menakutkan dan Diwaspadai

Baca Juga: Binatang Ini Jadi Pertanda Datangnya Gempa dan Tsunami, Jika Ketemu Lari Cari Tempat Aman

Ia menyebutkan bahwa faktanya sebagian besar tsunami dipicu oleh gempa bumi tektonik mengakibatkan meningkatnya potensi bencana tsunami.

“Perlu diperkuat kehandalan Sistem Mitigasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami, mengingat hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi,” jelas Dwikorita.***

Editor: Heru Fajar

Sumber: BMKG

Tags

Terkini

Terpopuler