Semakin menyayat hati, bahwa kuasa Tuhan atas alam ini begitu besar dan manusia begitu kecil dihadapan takdir.
Seperti kisah Mbah Maridjan yang menjadi gambaran bahwa, dia begitu memahami kondisi Merapi dan sangat akrab dengan kondisi sekitarnya.
Kabar erupsi dan tanda-tanda bahaya, beliau lebih paham dan bisa saja melakukan mitigasi dari awal.
Namun, tekad dan takdir berkata lain, walaupun dia juru kunci namun dirinya tidak kuasa dihadapan takdir kematiannya.
Meski begitu, Mbah Maridjan menjalankan tanggung jawabnya sebagai juru kunci hingga takdir kematian menjemputnya.
Jika berkunjung ke lokasi, nuansa cerita tragedi erupsi Merapi akan semakin terasa.
Ditambah pemandu wisata yang menceritakan sosok Mbah Maridjan.
Tidak lupa, wisatawan akan diajak mengenang Mbah Maridjan dengan melakukan teriakan khas beliau, “Mbah Maridjan, roso!”
Hal tersebut menjadi bukti bahwa keduanya adalah sosok yang tidak dapat dipisahkan dan telah melekatkan stigma bahwa Gunung Merapi identik dengan Mbah Maridjan.***