Dikarenakan kerap kali mengkritik sayap kanan, termasuk politik, budaya, dan beberapa agama meliputi Katolik, Yudaisme, dan Islam redaksi tersebut sempat berhenti beroperasi pada Desember 1981
Hingga akhirnya pada tahun 1992, Charlie Hebdo kembali beroperasi, dan menerbitkan publikasi pertamanya yang berhasil terjual 100 ribu eksemplar.
Charlie Hebdo meyakini bahwa freedom of speech atau kebebasan berbicara dalam jurnalistik tidak memiliki batasan apapun.
Baca Juga: UMP Jateng 2021 Naik yang Lain Tetap, Ganjar Pranowo Tak Ikuti Surat Edaran Menteri, Naik Segini
Oleh karena itu, majalah yang didirikan oleh Francois Cavanna ini berulang kali menjadi sasaran serangan, yakni pada tahun 2011, 2015, dan 2020.
Ketiga serangan tersebut diduga merupakan respons dari beberapa publikasinya yang kontroversial.
Dalam publikasi yang diterbitkan pada tahun 2006, Charlie Hebdo mencetak ulang sebuah karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Baca Juga: Rest Area KM 456 Salatiga Terindah di Indonesia, Ganjar Pranowo Sebut Unik dan Indah Dekat Merbabu
Menurut umat Muslim, bentuk penggambaran apapun atas Nabi Muhammad dilarang dalam Islam karena dikhawatirkan dapat berujung pada penyembahan berhala.
Sontak publikasi dari Charlie Hebdo ini menimbulkan kemarahan massal, khususnya dari umat muslim di seluruh dunia.