Sederet Kerugian Menanti Myanmar Jika Tidak Hentikan Kudeta, Sanksi AS Hingga Bantuan Covid-19 Dihentikan

- 3 Februari 2021, 16:47 WIB
Pendukung NLD meneriakkan slogan-slogan di depan kedutaan Myanmar setelah militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil yang dipilih secara demokratis dan menangkap pemimpinnya Aung San Suu Kyi, di Bangkok, Thailand, Senin 1 Februari 2021.
Pendukung NLD meneriakkan slogan-slogan di depan kedutaan Myanmar setelah militer merebut kekuasaan dari pemerintah sipil yang dipilih secara demokratis dan menangkap pemimpinnya Aung San Suu Kyi, di Bangkok, Thailand, Senin 1 Februari 2021. /ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/

SEMARANGKU – Sederet kerugian menanti Myanmar jika militer negara tersebut tidak segera menghentikan kudeta dan membebaskan Aung San Suu Kyi dan petinggi partai NLD.

Kerugian yang akan diderita Myanmar atas kudeta tersebut di antaranya mulai dari sanksi ekonomi AS hingga bantuan untuk penanganan pandemi dihentikan.

Di awal berita tentang kudeta tersebut tersebar, Presiden Joe Biden mengancam akan memberlakukan kembali sanksi ekonomi AS yang sebelumnya pernah diterima Myanmar.

Baca Juga: Ada yang Berbeda dari Kunjungan Kapolri Listyo Sigit, Jaksa Agung: Sudah Sering Sebenarnya, Saya Bahagia

Baca Juga: Bertemu Jenderal Min Aung Hlaing Bulan Lalu, China Tolak Disebut Dukung Kudeta di Myanmar

Ini Kerugian yang Menanti Myanmar Jika Tidak Hentikan Kudeta, Sanksi AS Hingga Bantuan Covid-19 Dihentikan

Kudeta tersebut merupakan pukulan besar bagi harapan negara miskin berpenduduk 54 juta itu dalam menggapai kestabilan dalam negara demokrasi.

Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, utusan Myanmar Christine Schraner Burgener mendesak Dewan Keamanan untuk bersama-sama mengirimkan sinyal yang jelas untuk mendukung demokrasi di Myanmar.

Dewan sedang merundingkan kemungkinan pernyataan yang akan mengutuk kudeta tersebut, menyerukan militer untuk menghormati aturan hukum dan hak asasi manusia, dan segera membebaskan mereka yang ditahan secara tidak sah, kata para diplomat.

Baca Juga: Kudeta di Tengah Pandemi, Para Dokter di Myanmar Mogok Kerja dan Pilih Demo: Kami Tolak Rezim Militer

Baca Juga: Disebut Tidak Efektif, PPKM Kini Mulai dari Tingkat Desa, Kampung, RT dan RW, Sesuai Arahan Presiden

Konsensus dibutuhkan dalam dewan yang beranggotakan 15 orang untuk pernyataan semacam itu.

Tetapi seorang diplomat dengan misi PBB di China mengatakan akan sulit untuk mencapai konsensus tentang draf pernyataan tersebut dan bahwa tindakan apa pun harus menghindari "peningkatan ketegangan atau semakin memperumit situasi."

Presiden AS Joe Biden mengancam akan memberlakukan kembali sanksi terhadap para jenderal yang merebut kekuasaan.

Baca Juga: Kabar Baik! Indonesia Akan Dapat Vaksin Covid-19 dari AstraZeneca yang Boleh Disuntikkan ke Lansia

Baca Juga: Terjadi Dentuman Keras di Malang, BMKG Hingga LAPAN Angkat Bicara

Jenderal Angkatan Darat AS Mark Milley, ketua Kepala Staf Gabungan, mencoba tetapi tidak dapat terhubung dengan militer Myanmar setelah kudeta, dikutip dari Reuters.

Pemerintahan Biden telah menetapkan perebutan kekuasaan merupakan kudeta, yang memicu pembatasan bantuan asing.

Bantuan itu merupakan bantuan kemanusiaan, termasuk untuk minoritas Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan, dan program-program yang mempromosikan demokrasi atau menguntungkan masyarakat sipil akan terus berlanjut.

Baca Juga: Tidak Ada BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan di Tahun 2021, Tenang! Ada Bantuan Karyawan Rp3,55 Juta, Ini Syaratnya

Baca Juga: Mau BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan Rp2,4 Juta Cair Lagi di Tahun 2021? Kemnaker Syaratkan Kondisi Ini!

Dana Moneter Internasional mengatakan hanya memiliki sedikit harapan untuk mengembalikan $ 350 juta dalam bentuk tunai kepada pemerintah Myanmar beberapa hari sebelum kudeta, bagian dari paket bantuan darurat tanpa pamrih untuk membantu negara itu memerangi pandemi virus corona.***

Editor: Meilia Mulyaningrum

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x