Lagi, Seorang Kulit Hitam Tewas Ditangan Polisi Atlanta, Amerika

18 Juni 2020, 07:30 WIB
Tangkapan Gambar di video saat Brooks sedang menjalani pemeriksaan sebelum ditembak mati Polisi. / Video Bodycam New York Post /

SEMARANGKU – Kejadian heboh yang menimpa George Floyd belum mereda efeknya, kini Amerika Serikat dihebohkan lagi dengan penembakan sorang kulit hitam yang tewas ditembak polisi Georgia, AS.

Orang tersebut bernama Rayshard Brooks yang sesaat sebelumnya masih diperiksa dua polisi karena kadar alkoholnya melebihi batas saat mengemudi.

Melalui kamera yang dipasang di dada polisi penembakan tersebut terekam secara jelas. Mulai dari penangkapan, pemeriksaan hingga penembakan.

 Baca Juga: Pesawat Tempur F-15 Milik AU Amerika Menabrak Laut, Pilot Masih Dicari

Brooks yang saat itu sedang diperiksa dan disuruh meniup alat pendeteksi alkohol mengaku kalau dia minum beberapa gelas saja.

Namun polisi yang melihat alat tersebut langsung memborgol tangan Brooks setelah tahu kadar alkohol di darahnya melebihi aturan minimal.

Tak mau ditangkap dan dipenjara Brooks coba berontak untuk melepaskan diri dari dua polisi tersebut. Pergumulan terjadi dan Brooks sempat merebut setruman polisi namun dua polisi tersebut langsung menghindar dan melepaskan lebih dari sekali tembakan ke arah Brooks.

  Baca Juga: Ada Penjemputan Paksa Pasien Covid-19 di Blora, Ganjar Pranowo Instruksikan Isolasi Mandiri

Direktur pusat pelatihan polisi Georgia mengatakan, penembakan kematian Rayshard Brooks adalah tragis, namun dibenarkan secara aturan.

Dia berpendapat seperti itu karena telah menganalisis tiga keputusan penting yang dibuat dua polisi Atlanta tersebut.

Namun pendapat berbeda datang dari Chris Wigginton, yang merupakan pengelola Pusat Pelatihan Keamanan Publik Georgia untuk hampir semua petugas penegak hukum di negara bagian itu.

 Baca Juga: Ganjar Pranowo Pastikan 2021 Semua Arena Olahraga di Jatidiri Selesai

Dia tidak setuju dengan tindakan para polisi perwira yang bernama Garrett Rolfe dan Devin Brosnan pada Jumat malam itu, ketika itu Brooks terlihat tertidur di belakang kemudi mobil dan berhenti di jalur Drive Thru sebuah makanan cepat saji.

Dalam tindakan pertamanya, Rolfe justru berusaha untuk menangkap pria berusia 27 tahun itu daripada membiarkannya berjalan pulang atau meminta tumpangan karena mereka tidak pernah melihatnya mengemudi di bawah pengaruh alkohol di jalan umum, seperti Semarangku.com lansir dari The New York Post.

"Kami memberi tahu setiap petugas, terserah mereka berdasarkan keadaan yang terjadi dalam kasus itu," kata Wigginton. "Saya tidak tahu apakah APD (Kepolisian Atlanta) memiliki kebijakan toleransi nol ketika berhadapan dengan pengemudi yang mabuk."

 Baca Juga: Seorang Demonstran Kulit Hitam Selamatkan Warga Kulit Putih yang Diamuk Massa

Kadar alkohol di dalam darah Brooks sendiri adalah 108 persen, atau 0,08 di atas batas resmi yang diperbolehkan.

Wigginton, yang merupakan polisi negara bagian selama 18 tahun mengatakan, undang-undang mengizinkan polisi untuk melakukan penangkapan DUI di properti pribadi.

"Saya pikir di bawah lingkungan yang kita tinggali hari ini, jumlah kematian yang kita miliki di jalan raya, saya pikir kebiasaan memanggil seseorang untuk dijemput sudah hampir berakhir," katanya kepada Fox 5.

 Baca Juga: Habis Nyolong Tas Branded, Sosialita WNI Ditangkap di Bandara Australia

Tetapi Brooks sempat berontak saat akan ditangkap, Wigginton juga tahujika Brooks juga sempat melarikan diri setelah meraih Taser (pengejut listrik) seorang perwira.

Kedua polisi itu membuat keputusan kedua yakni untuk mengejarnya meskipun mereka memiliki kendaraan dan kartu identitas.

"Jika Anda terlibat pertengkaran, tugas kami adalah melakukan penangkapan," kata Wigginton. “Dan terkadang itu membutuhkan kekuatan. Terkadang itu membutuhkan pengejaran orang dengan berjalan kaki. Dan pada hari anda berhenti melakukan itu pada penjahat, setiap orang dari mereka akan lari."

 Baca Juga: Kota New York Kini Berbau Pesing Banyak yang 'Pipis' Sembarangan

Dalam keputusan akhir, Rolfe menembak Brooks meskipun dia tahu bahwa Taser yang ditembaki pria itu bukanlah senjata yang mematikan.

Wigginton mengutip undang-undang dan undang-undang kasus Georgia yang memungkinkan polisi untuk menggunakan kekuatan mematikan.

"Untuk mencegah kematian atau cedera tubuh yang parah pada dirinya sendiri atau untuk mencegah dilakukannya tindak pidana paksa."

Baca Juga: Pria yang Menabraki Para Demonstran Adalah Pemimpin KKK

Dia menggambarkan Taser sebagai "senjata yang tidak melumpuhkan" yang bisa membuat petugas itu juga rentan terhadap "cedera tubuh yang hebat" jika dia jatuh dan kepalanya terbentur. 

Wigginton menambahkan, "Tapi kita tidak bisa mengambil apa yang dirasakan petugas pada saat itu. Apa yang dia pikirkan saat itu."

Rolfe, yang saat ini telah dipecat, bisa menghadapi dakwaan kejahatan pembunuhan, kata jaksa penuntut utama di Fulton, Minggu kemarin. Sedangkan Brosnan sendiri telah cuti secara administratif.

 Baca Juga: Ganjar Pranowo Pastikan 2021 Semua Arena Olahraga di Jatidiri Selesai

"Anda pasti menghubungkan dengan George Floyd di mana semua orang di Amerika melihat pembunuhan di TV," kata Wigginton tentang pria yang meninggal di Minneapolis itu setelah seorang polisi menekan lututnya ke leher.

“Dan kamu tidak akan menemukan seorang petugas polisi yang akan melihat video itu dan mengatakan itu tidak masalah. Tetapi mereka ingin mengambil kasus Brooks dan memasukkannya ke dalam kategori yang sama dengan kejahatan yang dilakukan pada Floyd. Ini sama sekali berbeda," jelasnya. **

 

Editor: Heru Fajar

Sumber: The New York Post

Tags

Terkini

Terpopuler