Ratusan Migran Minta Pemerintah Membuka 'Pintu' Kemanusiaan untuk Mereka

29 Agustus 2021, 11:30 WIB
Ratusan Migran Bergabung untuk Memprotes Sistem Suaka yang Lambat: Kita Tidak Bisa Bertahan /MARC TESSENSOHN/via REUTERS

SEMARANGKU - Ratusan migran dan pencari suaka dari Amerika Tengah dan Karibia meninggalkan kota Tapachula di Meksiko.

Ratusan migran tersebut berharap untuk mencari proses suaka akan dipercepat.

Ratusan migran itu juga memprotes sistem suaka yang lambat.

Kelompok yang terdiri dari sekitar 500 orang termasuk keluarga dengan anak-anak kecil dari Haiti, Kuba, Amerika Tengah, dan Kolombia.

Para migran telah menuntut kasus mereka dipercepat sehingga mereka dapat meninggalkan negara bagian selatan dan pindah ke bagian lain Meksiko atau menuju ke perbatasan Amerika Serikat tanpa risiko deportasi.

Baca Juga: Peluang Kerja di Korea Selatan Jadi Primadona Pekerja Migran Indonesia, Gajinya Rp30 Juta per Bulan

"Kami tidak dapat bertahan hidup di Tapachula," kata Carlos Correa, seorang pria Kolombia berusia 31 tahun.

"Kami meminta pemerintah Meksiko untuk membuat koridor kemanusiaan bagi kami sehingga kami dapat melakukan perjalanan ke perbatasan (AS)," katanya.

Di bawah hukum Meksiko, para migran harus tetap berada di negara bagian tempat mereka mencari suaka sampai kasus mereka diselesaikan, sebuah proses yang dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Baca Juga: Sosialisasikan UU No 18 Tahun 2017 tentang Pekerja Migran, Begini Pesan Kepala BP2MI

Meksiko dan Amerika Serikat telah menyaksikan tingginya tingkat migrasi tahun ini, terutama dari Amerika Tengah, di mana kekerasan, kemiskinan, dan krisis kelaparan telah mendorong ratusan ribu orang melarikan diri.

Agen Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) telah melakukan lebih dari 1,2 juta penangkapan atau pengusiran migran dan pencari suaka yang melintasi perbatasan AS.

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah Meksiko telah mengirim ribuan migran ke Meksiko selatan dengan pesawat, di mana mereka diangkut dengan bus ke perbatasan Guatemala.***

Editor: Ajeng Putri Atika

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler