180 Demonstran Tewas, Militer Myanmar Belum Tunjukkan Berhenti

17 Maret 2021, 19:00 WIB
Relawan palang merah Myanmar membawa seorang demonstran yang ditembak pasukan keamanan saat unjuk rasa anti-kudeta militer di Thingangyun, Yangon, Myanmar 14 Maret 2021./ /Reuters/Stringer

SEMARANGKU - Tentara Myanmar dilaporkan telah membunuh lebih dari 180 orang demonstran.

Beberapa pekan rakyat Myanmar terus menggelar protes terhadap kudeta yang dilakukan militer di negara tersebut.

Demonstrasi bahkan sudah melebar ke beberapa wilayah di Myanmar dan bukan kota besar saja.

Korban berjatuhan dari demonstran dari rakyat Myanmar terus bertambah yang dilakukan oleh pihak penguasa atau militer.

Baca Juga: Tembak Saya Sebagai Gantinya, Biarawati Melindungi Anak-Anak di Myanmar
 
Baca Juga: Cerita Polisi Myanmar yang Diperintahkan Menembak Mati Demonstran Anti Kudeta, Melarikan Diri ke India
 
"Korban meningkat drastis," ungkap laporan Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Selasa, 16 Maret 2021.
 
Dalam laporannya, AAPP menyebutkan lebih dari 180 rakyat meninggal sejak kudeta dilakukan Angkatan Bersenjata Myanmar pada 1 Februari 2021.
 
AAPP melaporkan jumlah korban tertinggi terjadi pada Minggu 14 Maret lalu dimana terdapat 74 orang tewas dalam sehari. 
 
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) telah mengutuk kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh militer Myanmar setelah angka kematian mencapai 138 orang.
 
"Mayoritas di daerah Hlaing Thayer di Yangon. Sementara 18 orang tewas pada Sabtu," ungkap Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Stephane Dujarric.
 
Baca Juga: Kunjungan Kerja ke Salatiga, Ganjar Pranowo Cek Langsung Simulasi Sekolah Tatap Muka
 
Baca Juga: Dari Cek Semprotan Disinfektan Sampai Datangi Ortu Siswa, Ganjar Pranowo Pastikan Sekolah Tatap Muka Aman
 
Sejauh ini juru bicara militer Myanmar tidak mengeluarkan komentar dan angka resmi terkait korban rakyat sipil yang meninggal dunia.
 
Para jenderal Myanmar tidak menunjukkan upaya berhenti menembaki demonstran yang memprotes kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyii. ***
Editor: Heru Fajar

Tags

Terkini

Terpopuler