PBB Serukan Sanksi Tegas Atas Kekerasan Militer di Myanmar

- 6 Maret 2021, 21:00 WIB
Polisi berjaga selama protes terhadap kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021.
Polisi berjaga selama protes terhadap kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021. /REUTERS / Stringer/REUTERS

SEMARANGKU - Aksi kudeta yang dilakukan militer Myanmar menuai banyak kecaman terutama dari PBB. 
 
PBB serukan sanksi tegas pada aksi kudeta militer tersebut sejak mereka merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021. 
 
Dunia mengecam atas kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap para pengunjuk rasa. 
 
 
Penyelidik HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar Thomas Andrew mengatakan bahwa militer Myanmar telah membunuh, memukuli dan menangkap para pengunjuk rasa secara tidak sah. 
 
Thomas Andrew mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melakukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi. 
 
Dan menuntut kepada penguasa militer Myanmar atas dugaan kekejaman ke Pengadilan Kriminal Internasional. 
 
 
Negara harus menjatuhkan sanksi pada Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar, yang merupakan sumber pendapatan terbesarnya, sekarang telah dikuasai dan dikendalikan oleh militer, katanya dalam sebuah laporan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa. 
 
Polisi membubarkan protes
 
Pernyataan penyidik PBB Thomas Andrew muncul setelah Polisi membubarkan demonstrasi dengan gas air mata dan tembakan di beberapa kota di Myanmar. 
 
PBB mengatakan, 38 orang telah tewas selama demonstrasi pada Rabu, 3 Maret 2021.
 
Jauh lebih banyak 23 orang dari yang diyakini telah tewas sejak Senin, 1 Maret 2021.
 
 
Aktivis Myanmar menyatakan bahwa mereka menolak untuk menerima aturan militer dan pemilihan baru yang dijanjikan olehnya. 
 
Mereka menyuarakan dan mendesak untuk membebaskan Aung San Suu Kyi yang ditahan. 
 
"Kami tahu bahwa kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam tetapi tidak ada artinya tetap hidup dibawah junta", kata aktivis Maung Saungkha pada kantor berita Reuters. 
 
 
Ratusan orang berbaris dan berkumpul membawa gambar Aung San Suu Kyi dan spanduk bertuliskan : Bebaskan Pemimpin Kami. 
 
Terutama kota kedua Mandalay dan di kota Kuil bersejarah Bagan. Kepala HAM PBB Michelle Bachelet, meminta pasukan keamanan Myanmar untuk menghentikan apa yang ia sebut sebagai tindakan keras kejam terhadap para pengunjuk rasa damai. 
 
Dia juga mengatakan bahwa lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 orang wartawan. 
 
 
Kekerasan berkelanjutan
 
Sementara itu, ratusan orang menghadiri pemakaman seorang wanita berusia 19 tahun, yang ditembak mati di Mandalay pada Rabu, 3 Maret 2021 yang dalam foto yang beredar ia mengenakan kaos bertuliskan "Semuanya akan baik-baik saja".
 
Setelah kematiannya, slogan itu menjadi viral sebagai simbol pembangkangan. 
 
"Pasukan keamanan Myanmar sekarang tampaknya berniat untuk mematahkan punggung gerakan anti-kudeta melalui kekerasan yang ceroboh dan kebrutalan belaka", ujar Richard Weir peneliti dari Human Rights Watch. 
 
 
Partai Liga Nasional untuk demokrasi Aung San Suu Kyi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa bendera akan dikibarkan setengah tiang untuk menghormati yang mati. ***
 

Editor: Heru Fajar

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x