Garap Food Estate Tanpa Kementan, Jokowi Kecewa?

4 Juli 2020, 21:30 WIB
Presiden RI Joko Widodo (@jokowi) /instagram @jokowi/


SEMARANGKU - Sinyal kekecewaan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terhadap salah satu menterinya kembali muncul.

Kali ini dari rencana menjadikan Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai kawasan food estate atau lumbung pangan alternatif di luar Jawa.

Namun anehnya, dalam rombongan menteri yang diutus untuk mengecek rencana program yang bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan itu, ternyata Mentan Syahrul Yasin Limpo tidak dilibatkan.

Baca Juga: Furnitur Asal Indonesia Langganan Artis Hollywood Hingga Vatikan, Mulai Lady Gaga Hingga Paus

Sejumlah kalangan menilai tidak adanya Mentan dalam jajaran menteri yang diutus itu dinilai menunjukkan kekecewaan Presiden Jokowi terhadap Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Rombongan menteri yang diutus adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Keanehan ini juga dirasakan oleh Ono Surono, anggota Komisi IV DPR Fraksi PDI Perjuangan. Menurut Ono, sudah seharusnya Kementan dilibatkan dalam tinjuan itu.

Baca Juga: Kapan Pemilik Mobil Harus Mengganti Busi? Simak Rumusnya

Ono berpendapat, data dan analisa terkait lahan rawa atau gambut yang ada di Kalimantan apakah bisa ditanami oleh padi atau tanaman pangan lainnya, Kementan lah yang memilikinya.

Ia menduga presiden juga sudah menilai mengenai program cetak sawah baru kurang maksimal meski itu merupakan tupoksinya Kementan.

Ono juga tidak menampik kemungkinan tidak dilibatkannya Syahrul Yasin Limpo adalah karena kinerjanya kurang bagus.

Baca Juga: Semarang-Surabaya Indeks Kewaspadaan Covid-19 Tinggi, Ganjar Pranowo: Kita Harus Saling Jaga

Artikel ini sudah tayang di Pikiran Rakyat dengan judul: Tak Ajak Mentan Garap Food Estate,Fraksi PDIP: Sikap Aneh Presiden Jokowi Tunjukan Sinyal Kekecewaan

“Ya bisa jadi seperti itu, bisa juga karena kemarin kurang berhasil dalam mencetak sawah baru. Kedua, mungkin anggaran di Kementan tidak ada," kata Ono, Kamis 2 Juli 2020 seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Pikiran-Rakyat.com.

"Ketiga, bisa karena kemampuan Kementan sendiri yang kurang maksimal terkait dengan infrastruktur pertanian. Jadi itu mungkin yang jadi pertimbangan presiden,” ungkapnya.

Baca Juga: Komentar Pedas Pelatih PSIS Semarang Dragan Djukanovic Respon Jadwal Liga 1

Menurut dia Presiden Jokowi juga pasti punya penilaian terhadap kinerja para menterinya.

Ia berharap ada perubahan yang signifikan di Kementan. Menurut Ono, dari tahun ke tahun periode ke periode ganti menteri tetap saja tidak ada perubahan yang signifikan di Kementan.

Mengenai peran Menhan, dia minta semua pihak berpikir positif.

Baca Juga: Begini Tips Memilih Sepeda yang Pas untuk Para Goweser Pemula

“Nah, kalau pak Prabowo apa ya? Ya kita sih positif saja. Mungkin keterlibatan unsur TNI dalam membuka lahan. Kan membuka lahan itu tidak mudah. Di TNI kan ada pasukan khusus untuk membuka lahan. Ketiga menteri ini kan harus berkomunikasi dengan Kementan terkait daya dukung lahannya,” ujar Ono.

Di kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai hal itu sangat aneh karena Jokowi tidak melibatkan Menteri Pertanian untuk urusan yang seharusnya menjadi ‘core business-nya’.

Baca Juga: Lagu Lathi Ciptaan Weird Genius Pecahkan Rekor di Spotify

Sebaliknya, Presiden malah melibatkan Menteri yang bukan urusan utamanya mengurusi pangan. Ia melihat hal ini merupakan buntut dari kekecewaan Presiden Jokowi terhadap kinerja Mentan.

"Ini sinyal kuat, Menteri Pertanian tidak aman posisinya. Mentan jadi Menteri yang perlu dievaluasi atau bahkan di reshuffle,” ujarnya.

Uchok menduga, komunikasi antara Jokowi dengan Mentan tidak berjalan dengan baik. Terutama ketika pandemi melanda, tak ada terasa gebrakan berarti dari Mentan terkait ketahanan pangan.

Baca Juga: Ini Dia Spesifikasi lengkap Realme C11 Terbaru, Berapa Kira-Kira Harganya

“Jokowi itu butuh gebrakan, butuh ide besar bagaimana ketahanan pangan ini bisa berjalan saat pandemi. Tapi justru upaya Mentan tak terlihat. Harusnya saat pandemi mulai masuk, Mentan sudah punya konsep yang kuat untuk ketahanan pangan, bukan malah menghilang,” tuturnya.

Soal stok beras, misalnya, kata Uchok, seyogyanya Mentan sudah memikirkan dengan matang jika pandemi berlanjut dan stok menipis, apa yang harus dilakukan jika produski juga tak bisa menutupi.

Baca Juga: Sepeda Bikinan Pabrikan Mobil Harganya Selangit Cuy

“Dia harus tahu, di saat pandemi, Thailand dan Vietnam itu sudah tak mengekspor beras lagi buat ketahanan pangannya,” kata Uchok.

Dengan kata lain, lanjutnya, selain mengurusi soal produksi yang kemungkinan juga belum bisa teratasi, Mentan juga harus bisa menjaga ketahanan pangan dengan mencari sumber lain agar tak terjadi kelangkaan dan kenaian harga bahan pangan.

“Di saat pandemi impor itu bukan barang haram untuk ketahanan pangan. Justru bagus kalau dia bisa impor. Nyatanya susah kan mencari bahan pangan impor di saat pandemi,” imbuhnya.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Sebut Kekuatan Kebangkitan Ekonomi Saat Ini Adalah UMKM

Terkait dengan program cetak sawah, Uchok sendiri mengingatkan agar pemerintah belajar dari kegagalan program serupa sebelumnya.

Terkait kinerja, Menteri Pertanian Syahrul Limpo mengatakan bakal mempercepat musim panen. Dia ingin membuat produksi beras surplus. Kementan akan menyiapkan 7,4 juta hektare lahan sawah yang tersedia untuk mendukung percepatan musim panen.

"Kita ingin menghasilkan 15 juta ton beras," kata Syahrul di Jakarta, Kamis 2 Juli 2020.

Baca Juga: Asuransi Kendaraan Terbakar Bisa di Cover, Syaratnya Apa Saja

Dia melanjutkan, saat ini stok beras dalam negeri yang masih tersedia per Juni 2020 sebanyak 7,49 juta ton. Dengan prediksi panen MT II tersebut, maka Syahrul memprediksi stok hingga akhir Desember 2020 akan mencapai 22 juta ton***(Ari Nursanti/Pikiran Rakyat)

Editor: Heru Fajar

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler