Di Twitter, juru bicara Taliban telah secara rutin memberikan kabar terbaru selama pengambilalihan Afghanistan.
Dikutip Semarangku melalui Reuters, Twitter tidak memberikan klarifikasinya terhadap penggunaan platformnya sebagai salah satu media yang digunakan oleh Taliban.
Namun, Twitter mengatakan bahwa mereka tidak mengizinkan kelompok terorisme atau kekerasan terhadap warga sipil.
Kembalinya Taliban telah menimbulkan banyak kekhawatiran akan menindak kebebasan berbicara dan HAM terutama hak perempuan.
Taliban juga memberikan kekhawatiran bahwa Afghanistan akan menjadi ‘surga’ bagi terorisme global.
Pejabat Taliban pun telah menanggapi kekhawatiran tersebut dan mengatakan bahwa mereka menginginkan hubungan internasional yang damai.
Sementara itu, perusahaan media sosial besar tahun ini telah membuat keputusan penting dalam menangani pemimpin dunia dan kelompok yang berkuasa.
Termasuk mantan Presiden Amerika, Donald Trump yang menghasut kekerasan di sekitar kerusuhan pada 6 Januari dan telah dilarang menggunakan beberapa media sosial besar seperti Twitter.
Tak seperti Facebook dan Whatsapp, Youtube pun tak memberikan tanggapan atas pembatasan maupun larangan terhadap Taliban.
Youtube menunjuk daftar Organisasi Teroris Asing untuk mendefinisikan dan memandu dalam pengklasifikasian teroris yang dimaksud oleh setiap negara.