Mata-mata Tertinggi AS Pilihan Donald Trump: China Ancaman Dunia Sejak PD II

4 Desember 2020, 18:20 WIB
ilustrasi Amerika Serikat. /pexels-element5digital

SEMARANGKU - Kepala mata-mata Amerika Serikat (AS) pilihan Donald Trump menyebut bahwa China sebagai ancaman terbesar kebebasan dunia sejak PD II (Perang Dunia 2).

Mata-mata AS tersebut adalah John Ratcliffe, yang dulunya menjabat sebagai anggota kongres Partai Republik yang kemudian ditunjuk oleh Donald Trump untuk menjabat sebagai mata-mata tertinggi AS musim semi lalu.

Selain menyebut bahwa China merupakan ancaman terbesar kebebasan setelah usainya PD II, Pejabat tinggi intelejen AS itu mengatakan pula bahwa hal tersebut condong pada dominasi global.

Baca Juga: Ketua DPRD Jawa Tengah, Bambang Kusriyanto: Netralitas ASN Hanya Slogan!

Baca Juga: Terungkap! Prabowo Subianto Marah ke Edhy: Diselamatkan dari Selokan Malah Korupsi!

"Intelijennya jelas: Beijing bermaksud untuk mendominasi AS dan secara keseluruhan baik ekonomi, militer, dan teknologi," kata Direktur Intelijen Nasional John Ratcliffe dalam artikel opini di situs Wall Street Journal, dikutip dari Reuters.

Ratcliffe yang dulunya menjabat sebagai anggota kongres Partai Republik yang kemudian ditunjuk oleh Donald Trump untuk menjabat sebagai mata-mata AS musim semi lalu.

"Ancaman terbesar bagi Amerika saat ini, dan ancaman terbesar bagi demokrasi dan kebebasan di seluruh dunia sejak Perang Dunia Kedua,” Katanya.

Baca Juga: Daftar Calon Bupati di Indonesia Berharta Minus alias Miskin, KPU Sampai Gelang Kepala, Jateng Ada 1

Baca Juga: Adik Prabowo 30 Tahun Lebih Bisnis Lobster Tapi Baru Kali Ini Terdzalimi Karena Kasus Ekspor Lobster

Ratcliffe mengatakan bahwa pendekatan spionase ekonomi China ada tiga, yaitu: “Rob, Replicate and Replace.”

Kemudian dia juga membeberkan strategi etnis China yang mencuri kekayaan intelektual perusahaan AS, menyalinnya, dan kemudian menggantikan posisi perusahaan AS di posisi global.

Namun, pernyataan tersebut ditolak oleh juru bicara kedutaan China bahwa Ratcliffe telah memutarbalikkan fakta, munafik, dan mengatakan bahwa komentar tersebut menunjukkan pola pikir PD yang mangakar dan prasangka ideologis dari beberapa orang di pihak AS.

Baca Juga: Kronologi dan Motif Penembakan Mobil Alphard Pengusaha Tekstil Surakarta Diungkap Polisi

Baca Juga: Dapatkan Hadiah Uang Rp 40 Juta dari Kartu Prakerja untuk yang Suka Nge-Vlog, Begini Caranya

Dari sisi lain, Bonnie Glaser selaku pakar Asia yang duduk di lembaga pemikir Pusat Studi Strategis dan Internasional mengatakan bahwa komentar yang diberikan Ratcliffe tampaknya ditunjukkan untuk mengunci pendekatan yang dilakukan Biden sebelum dirinya menjabat pada 20 Januari 2020.

“Tampaknya itu adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengikat tangan Biden dan membatasi ruangannya untuk bermanuver pada kebijakan China,” tuturnya.

"Dalam pemerintahan sebelumnya, normanya adalah menghindari mengambil tindakan seperti itu selama transisi kepresidenan, tetapi pemerintahan Trump telah lama menetapkan pola yang melanggar norma,” lanjutnya. ***

Editor: Risco Ferdian

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler