Erupsi Gunung Merapi, Kisah Mbah Maridjan yang Tidak Mau Mengungsi Saat Gunung Api Meletus Masih Melekat

- 13 Maret 2023, 07:30 WIB
Erupsi Gunung Merapi, Kisah Mbah Maridjan yang Tidak Mau Mengungsi Saat Gunung Api Meletus Masih Melekat /
Erupsi Gunung Merapi, Kisah Mbah Maridjan yang Tidak Mau Mengungsi Saat Gunung Api Meletus Masih Melekat / /instagram sanggar_ab.jogja/

Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Erupsi, Hujan Abu Menyelimuti Kota Magelang Hingga Temanggung, Warga Harap Waspada

Alasan Mbah Maridjan Tidak Mau Meninggalkan Rumahnya saat Erupsi

Kisah mbah Maridjan kemudian menjadi sorotan saat terjadi letusan Gunung Merapi pada 2010 silam. Saat itu, mbah Maridjan ditemukan meninggal dunia dalam keadaan bersujud di dalam rumahnya dengan posisi badan penuh dengan debu.

Mbah Maridjan yang juga memiliki gelar sebagai Mas Penewu Surakso Hargo diketahui meninggal dunia di usia 83 tahun. Akibat aliran piroklastik yang menghancurkan rumahnya di Desa Kinahrejo.

Alasan utama yang membuat mbah Maridjan tidak mau mengungsi dikarenakan ia mengemban amanah dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk senantiasa menjaga Gunung Merapi. Sebagai juru kunci, mbah Maridjan diketahui memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan makhluk penghuni gunung Merapi.

Maridjan sendiri dikenal sebab ia merupakan anak dari wali sebelumnya, yakni Mbah Hargo. Pada tahun 1970, ia kemudian diangkat menjadi pegawai istana Sultan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dengan diberi gelar Raden Ngabehi Surakso Hargo. Ia juga sempat menggantikan ayahnya sebagai wali pada tahun 1982.[4]

Dalam upacara yang kerap dilakukan penduduk setempat, dengan kekuatannya berbicara kepada roh Gunung Merapi, Maridjan selalu ditunjuk memimpin upacara untuk menenangkan roh Gunung Merapi dengan mempersembahkan nasi dan bunga di dalam dan sekitar sawah.

Salah satu tugas utamanya adalah melakukan pelaksanaan upacara pengorbanan Labuhan tahunan yang didedikasikan untuk roh Gunung Merapi. Sebuah profesi dari istana kerajaan di Yogyakarta dipimpin oleh wali korban kepada roh gunung berapi satu set persembahan ritual termasuk tekstik, parfum, dupa, uang dan setiap delapan tahun diberikan sebuah pelana kuda.

Atas sikap penolakannya yang enggan meninggalkan gunung Merapi, Mbah Maridjan kemudian disebut sebagai pahlawan populer. Hal ini lantaran kewajibannya untuk melaksanakan tanggung jawabnya atas kesejahteraan rakyat.

Beliau mengatakan bahwa “massyarakat Kinahrejo merasa sudah takdir mereka dilahirkan menjadi benteng untuk melindungi kesejahteraan keraton (istana keraton) dan masyarakat Mataram (Jawa Tengah)”.***

Halaman:

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x