Ruang Terbuka Hijau Mencukupi tapi Masih Sering Banjir, Pakar Lingkungan Beberkan Alasannya

19 Januari 2021, 17:59 WIB
Banjir di Kalsel /Twitter/@Bnpb_Indonesia

SEMARANGKU – Banjir masih sering terjadi setiap musim penghujan. Padahal ruang terbuka hijau masih mencukupi, dan diatur ketat di seluruh daerah.

Pakar Lingkungan Hidup dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Sudharto P Hadi membeberkan alasan, mengapa sebagian wilayah selalu banjir meski RTH mencukupi.

Dia mencotohkan Kota Semarang yang hingga saat ini masih mempertahankan RTH hingga 30 persen dari total wilayah untuk menjaga kelesarian lingkungan. Tapi kenyatannya tetap banjir dan justru makin meluas, mengapa?

Baca Juga: Salurkan Langsung BST ke Lansia, Ganjar Pranowo Minta Penyaluran Bantuan Tidak Ditunda

Baca Juga: Bungkam Wakil India, Anthony Ginting Lolos ke Babak Kedua Toyota Thailand Open 2021

Dikatakan, dalam UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa setiap daerah harus memiliki RTH minimal 30 persen dari luasan wilayah.

Aturan ini untuk menjaga suatu wilayah untuk memberikan ruang sebagai resapan air. Salah satu tujuannya agar tidak terjadi banjir saat penghujan, dan kekeringan saat kemarau.

Ketika RTH semakin berkurang, berarti daerah resapan airnya kian menipis sehingga akan berdampak pada bencana banjir.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Dukung Program Terapi Plasma Konvalesen Usai Terima Laporan Positif

Baca Juga: Inilah Daftar Bencana Alam di Indonesia Awal Januari 2021

“Secara umum Kota Semarang masih memiliki cukup banyak ruang terbuka hijau. 30 persen itu memenuhi lah. Tidak seperti Jakarta misalnya yang RTH-nya kurang dari 18 persen,” ujar mantan Rektor Undip Semarang ini.

Meski begitu, masalahnya ada di pemerataan dan kualitas RTH. Artinya, 30 persen itu angka terbesarnya di wilayah Mijen dan Gunungpati.

Sementara di Semarang Utara, Semarang Tengah, Semarang Timur, dan Candisari RTH-nya sangat kurang.

Baca Juga: Lagi! Pesawat Tempur Israel Serang Gaza, Ada Korban Jiwa?

Baca Juga: Minum Coklat Dapat Meningkatkan Kecerdasan Manusia, Ini Rahasiahnya!

“Kebutuhan untuk mengatur resapan air, kebutuhan mengatur tata air, untuk oksigen, itu kan setiap orang butuh, setiap wilayah harus ada. Kan tidak mungkin orang Semarang Utara mau menghirup udara ke Mijen,” tegasnya.

Artinya, ada persoalan pemerataan RTH di Kota Semarang yang membuat daerah-daerah lain terjadi banjir saat penghujan.

Meski begitu, Prof Dharto menyebut masih lumayan, karena minimal air kiriman dari Semarang atas tidak terlalu banyak karena masih ada daerah resapan yang memadai.

Baca Juga: Ilmuwan Afrika Selatan Temukan Bukti, Ada Varian Covid-19 yang Lebih Mudah Menular

Baca Juga: WHO Perkirakan Jumlah Kematian Akibat Covid-19 Akan Mencapai 100 Ribu Per Minggu

Soal Kualitas RTH

Prof Dharto menjelaskan, alasan terjadi banjir karena kualitas RTH. RTH bisa disebut bagus juga disertai vegetasi yang bagus. Ditanami dengan tanaman yang bagus.

Di Semarang, belum semua RTH berkualitas. Meskipun harus diakui pemerintah sedang berupaya ke arah itu.

Yang dikhawatirkan Dharto saat ini, daerah Mijen dan Gunungpati ini cepat atau lambat bisa terlampaui daya dukungnya, karena ancaman alih fungsi lahan sangat tinggi. Terutama untuk pembangunan perumahan.

Baca Juga: Percepat Pemulihan Listrik di Sulawesi Barat, PLN Datangkan Bantuan dari Berbagai Wilayah

Baca Juga: Innalillah, Ibu Denny Cagur Meninggal Dunia, Ini Pesan Haru Rekan Pelawaknya

“Dari beberapa mahasiswa saya yang mengambil tesis dan disertasi di Mijen dan Gunungpati menyatakan perubahan alih fungsi lahan, dari lahan sawah untuk permukiman itu sangat masif,” katanya.

Karena itu, Prof Dharto berharap Pemkot Semarang bisa lebih memperhatikan persoalan krusial ini.

Sistem tata ruang harus direncanakan dalam jangka panjang sehingga pergantian kepemimpinan tidak menjadi ancaman baru terhadap kemungkinan menipisnya RTH.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 di Solo Terkendala, Ganjar Pranowo Usul Gunakan Sistem Ini

Baca Juga: Merinding! Strategi Utama Perang Iran Bikin Negara Musuh Ketar-Ketir

Pembangunan berkelanjutan juga harus didasarkan pada tiga aspek utama, yakni pembangunan yang mensinergikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“Ini kemudian diekspresikan dalam kebijakan pemerintah kota, di RPJM, di RTRW. Harus nampak di sana,” tandasnya. ***

Editor: Mahendra Smg

Tags

Terkini

Terpopuler