Minnesota Membara Dilanda Kerusuhan, WNI di Amerika Dikabarkan Aman

- 30 Mei 2020, 15:51 WIB
SEORANG pengunjuk rasa merusak bangunan O'Reilly's di dekat kantor polisi Third Precinct di Minneapolis. Di lokasi itu, para pengunjuk rasa berkumpul setelah seorang polisi kulit putih tertangkap video sedang menjepitkan lututnya ke leher seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd, yang kemudian meninggal dunia di rumah sakit, di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, Rabu 27 Mei 2020.* /
SEORANG pengunjuk rasa merusak bangunan O'Reilly's di dekat kantor polisi Third Precinct di Minneapolis. Di lokasi itu, para pengunjuk rasa berkumpul setelah seorang polisi kulit putih tertangkap video sedang menjepitkan lututnya ke leher seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd, yang kemudian meninggal dunia di rumah sakit, di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat, Rabu 27 Mei 2020.* / /ANTARA

SEMARANGKU - Kerusuhan terjadi lagi di Amerika Serikat setelah seorang warga  keturunan Afro American atau kulit hitam meninggal dunia ditangan polisi setempat.

Kejadian ini terjadi awalnya Senin malam 25 Mei lalu setelah ada seorang yang bernama George Floyd meninggal akibat tercekik saat ditangkap polisi berkulit putih. Ini bukan kali pertama korban kulit hitam meninggal ditangan polisi berkulit putih.

Ada anggapan umum di masyarakat Amerika jika polisi di AS lebih sering menangkap dan menganiaya warga kulit hitam dari pada yang berkulit putih. Apalagi belum lama ini juga sempat terjadi pembunuhan warga kulit putih terhadap seorang pemuda kulit hitam yang sedang melakukan joging.

Kasus yang sebelumnya belum selesai ini sekarang ditambah dengan meninggalnya Goerge saat penangkapan oleh pihak kepolisian di Minneapolis, Negara Bagian Minnesota, Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Laut China Selatan Memanas Setelah AS Kirim 2 Pesawat Bomber

Masyarakat khususnya warga kulit hitam yang masih terluka dengan kasus sebelumnya marah dan melampiaskan dengan aksi protes yang akhirnya berujung penjarahan dan pembakaran. Kerusuhan itu memicu pemberlakuan status darurat di Minneapolis dan St. Paul.

Protes yang dilakukan oleh warga ini dilakukan usai mereka menonton video penangkapan tersebut yang tersebar luas di media sosial. Seperti dikabarkan sebelumnya oleh Pikiran-Rakyat.com pria berkulit hitam (George Floyd) ditangkap atas dugaan penggunaan uang palsu. Artikel asli disini: Seluruh WNI Dikabarkan Aman Usai Status Darurat akibat Kerusuhan di Minneapolis Amerika Serikat

Saat penangkapan tersebut Polisi dengan menggunakan lehernya menekan leher Floyd hingga ia sesak nafas dan meninggal. Floyd sempat berucap 'saya tidak bisa bernafas' beberapa kali sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri dan meninggal. Polisi sempat mendatangkan ambulan untuk tindakan medis darurat, namun nyawa Floyd tak tertolong.

Baca Juga: Seberapa Kuatkah Militer China Menghadapi Ancaman Negara Lain

Akibat kejadian tersebut tindakan kerusuhan tersebut sempat meluas dan membuat otoritas setempat melakukan situasi darurat. KJRI Chicago menyatakan bahwa seluruh Warga negara Indonesia (WNI) yang berada di Minneapolis, Negara Bagian Minnesota, AS, dan sekitarnya berada dalam keadaan aman.

Keterangan itu muncul di tengah status darurat yang diberlakukan di dua area Twin Cities, yakni Minneapolis dan St. Paul, akibat kerusuhan massa.

"KJRI Chicago telah berkomunikasi dengan WNI di area Twin Cities, dan hingga Jumat 29 Mei pagi waktu setempat atau Jumat petang WIB, seluruh WNI berada dalam kondisi aman," bunyi pernyataan tertulis KJRI Chicago, yang diterima di Jakarta pada Sabtu 30 Mei 2020 pagi. 

Baca Juga: MOTOGP Seri Inggris dan Australia 2020 Dibatalkan Karena Covid-19

Kerusuhan terjadi mulai Selasa 26 Mei malam hingga setidaknya Kamis 28 Mei dini hari, diwarnai dengan perusakan dan pembakaran gedung, serta penjarahan oleh warga. Gubernur Minnesota Tim Walz kemudian menetapkan status darurat per Kamis hingga Sabtu 30 Mei 2020.

KJRI Chicago juga mengimbau semua WNI agar tetap memprioritaskan keamanan dan menghindari daerah kerusuhan, serta mematuhi anjuran dari pemerintah setempat. Mereka mengumumkannya lewat layanan media sosial kepada warga WNI yang tinggal disana.

Kerusuhan tersebut juga menelan seorang korban jiwa "yang dikabarkan ditembak oleh pemilik toko yang berupaya mengamankan barang dagangannya dari para penjarah." Sementara korban luka-luka masih didata hingga saat ini.

Konflik dipicu oleh kasus pembunuhan George Floyd (46), seorang pria kulit hitam, oleh Derek Chauvin, pria kulit putih, yang ketika itu adalah polisi Minneapolis.

Baca Juga: Gara-Gara Covid-19 Tentara Amerika Harus Berlatih Perang Lewat Game

Dalam rekaman video seorang warga yang kemudian beredar di internet, Chauvin terlihat melakukan penangkapan terhadap Floyd, memborgol dan membuat dia dalam posisi tiarap, serta menindih lehernya.

Floyd sendiri tidak bersenjata dan sempat mengatakan bahwa ia kesulitan bernapas hingga akhirnya meninggal dunia.

Karena kasus tersebut, masyarakat Minneapolis kemudian melakukan aksi protes, yang awalnya berlangsung secara damai pada Selasa sore di area dekat kantor polisi Third Precinct, tempat Chauvin berdinas.

Pada hari yang sama, Chauvin serta tiga rekannya sesama polisi yang berada di lokasi kejadian pembunuhan, yakni Thomas Lane, Tou Thao, dan J Alexander Kueng, telah dipecat dari Departemen Kepolisian Minneapolis.

Baca Juga: Planet Mirip Bumi di Temukan Astronom, Planet Nibiru Atau Super Earth?

Chauvin kemudian ditangkap pada Jumat dan dituntut terkait pasal pembunuhan dengan ancaman hukuman 25 tahun penjara. Akibat kejadian ini semakin menambah kasus-kasus penangkapan terhadap warga berkulit berwarna dan memakan korban.

Kejadian ini sangat ironis dimana sebuah negara yang mengklaim sebagai negara terbesar demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, namun perbedaan strata sosial atas perbedaan warna kulit masih terlihat kental. Amerika sepertinya masih dalam kondisi terbelenggu oleh persolan Ras sebagai negara multikultural. (*)

Editor: Heru Fajar

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x