Balas Dendam Atas Pembunuhan Ilmuwan Fakhrizadeh, Iran Ancam Eropa dengan RUU Nuklir Baru

- 3 Desember 2020, 06:30 WIB
Bendera Iran.*
Bendera Iran.* /pixabay/Kaufdex

SEMARANGKU – Sebagai balas dendam atas pembunuhan ilmuwan Fakhrizadeh, Iran mengancam Eropa untuk lakukan hal ini dengan RUU nuklir terbaru mereka.

Dewan Pengawas Iran mengesahkan RUU pada hari Rabu yang mewajibkan pemerintah untuk menghentikan inspeksi PBB atas situs nukilrnya dan meningkatkan pengayaan uranium di luar batas yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir Teheran 2015.

Dengan RUU yang kini telah menjadi Undang-Undang ini, Iran menggunakannya agar bisa lepas dari sanksi AS dalam kurun waktu kurang dari dua bulan.

Baca Juga: Telkomsel Siapkan Hadiah Rp 5 Juta untuk Umum, Syarat Hanya Perlu Punya Nomor Ini, Yuk Daftar!

Baca Juga: Udah Desember Nih, Yuk Klaim Token Listrik Gratis PLN, Begini Cara Dapat Via WA Atau Web

Sebagai pembalasan atas pembunuhan ilmuwan Fakhrizadeh, parlemen Israel yang didominasi garis keras pada Selasa menyetujui RUU yang berkaitan dengan sikap tegas tentang nuklir.

Dewan Wali bertugas memastikan rancangan UU tidak bertentangan dengna hukum Islam Syiah atau konstitusi iran.

Namun, sikap pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khanmei, yang memegang kendali atas semua masalah kenegaraan, tidak diketahui.

Baca Juga: Covid-19 Bakal Melonjak Tahun Depan, 3 Agenda Pemerintah Ini Disebut Bakal Jadi Klaster Baru

Baca Juga: BLT Cair Lagi 2021: BSU Subsidi Gaji, BPUM UMKM, Kartu Prakerja, BST Kemensos, Cek Syaratnya

“Hari ini dalam sebuah surat, ketua parlemen secara resmi meminta presiden untuk menerapkan UU baru itu,” kata kantor berita semi resmi Iran Fars, sebagaimana dikutip SemarangKu dari Reuters.

Di bawah UU baru, Iran akan memberikan waktu dua bulan kepada pihak-pihak Eropa dalam kesepakatan nuklir sebelumnya untuk meringankan sanksi atas minyak dan sektor keuangan Iran.

Kesepakatan terkait nuklir tersebut sebelumnya diberlakukan setelah Washington keluar dari pakta antara Teheran dan enam kekuatan pada 2018.

Baca Juga: Ungkap Fakta di Mata Najwa, Haikal Hassan: Habib Rizieq Dikerjai Buzzer!

Baca Juga: Ajak Debat Susi Pudjiastuti Soal Benih Lobster, Effendi Gazali: Banyak Kesalahan Dasar

Sebagai reaksi terhadap kebijakan dari Presiden AS Donald Trump yang dianggap terlalu menekan, Iran perlahan-lahan mengurangi kepatuhannya terhadap kesepakatan tersebut.

Rouhani, arsitek Iran dari kesepakatan 2015, mengkritik langkah parlemen sebagai upaya diplomatik yang berbahaya ketika itu berkaitan dengan upaya meringankan sanksi AS.

Di bawah UU baru, pemerintah harus melanjutkan pengayaan uranium hingga 20% dan memasang sentrifugal canggih di fasilitas nuklir Natanz dan Fordow.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Buka Suara Usai Wali Kota Solo Minta Donohudan Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19

Baca Juga: Ganjar Pranowo Tiba-tiba Dikunjungi AHY di Semarang, Bakal Ada Rencana Besar?

Kesepakatan itu membatasi kemurnian fisil di mana Iran dapat memurnikan uranium pada 3,67%, jauh di bawah 20% yang dicapai sebelum kesepakatan dan di bawah level senjata 90%.

Iran melanggar batas 3,67% pada Juli 2019 dan tingkat pengayaan tetap stabil hingga 4,5% persen sejak saat itu.

Inggris, Prancis, dan Jerman, semua pihak dalam kesepakatan 2015, telah mendesak Iran untuk menghormati kesepakatan itu sepenuhnya.***

Editor: Meilia Mulyaningrum

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah