Mengenal Upacara Tradisi Ruwatan Masyarakat Jawa, Ritual Menghilangkan Malapetaka dan Penyucian Diri

- 17 Maret 2023, 10:46 WIB
Mengenal Upacara Tradisi Ruwatan Masyarakat Jawa, Ritual Menghilangkan Malapetaka dan Penyucian Diri
Mengenal Upacara Tradisi Ruwatan Masyarakat Jawa, Ritual Menghilangkan Malapetaka dan Penyucian Diri /Shio/

SEMARANGKU- Masyarakat Jawa kental dengan upacara tradisi, salah satunya ruwatan yang merupakan ritual penghilang malapetaka dan penyucian diri.

Hingga saat ini, upacara tradisi ruwatan masih terjaga dan dilestarikan masyarakat jawa sebagai bentuk warisan budaya lokal. 

Tradisi ruwatan oleh masyarakat jawa  ini dimaksudkan untuk membebaskan atau melepaskan seorang yang diruwat dari segala macam gangguan dan malapetaka.

Bagi seorang yang telah melakukan upacara tradisi ruwatan dipercaya akan terbebas dari sukerta. 

Baca Juga: Serahkan 2.000 Sepeda Motor untuk Babinsa, Menhan Prabowo: Mereka Bagian dari Tradisi Baik Bagi Rakyat

Tradisi ruwetan yang dilakukan oleh masyarakat jawa ini, juga tidak terlepas dari karakter masyarakat jawa yang religius, akomodatif, toleran, non-doktriner, dan optimistik. Sehingga kental akan upacara seremonial dan tiap peristiwa dianggap penting. 

Jika ditelisik dari sejarahnya, tradisi ruwetan masyarakat jawa telah melalui jalan yang panjang. Masuknya kepercayaan Hindu dan Hudha dengan kebudayaannya semakin memperkaya sistem kepercayaan jawa animisme dan dinamisme.

Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, tradisi ruwetan kian dipertanyakan esensi dan relevansinya. 

Melansir dari laman ugm.ac.id dengan artikel yang bertajuk 'Ruwatan Dipercaya Sebagai Komunikasi yang Produktif' pada (16/03/2023), tradisi ruwatan sampai saat ini masih relevan dikarenakan memiliki kaitan dengan kenyataan yang dihadapkan pada dua pilihan yakni baik atau buruk.

Tradisi ruwatan ini juga merupakan sarana komunikasi yang produktif, karena selain dipercaya untuk menangkap malapetaka juga dapat mendekatkan kepada sang pencipta. Sebab dapat membuat manusia mengutamakan keluhuran budi dibandingkan mengejar harta dunia semata.

Dilansir dari laman student-activity.binus.ac.id dengan judul artikel 'Upacara Tradisi Ruwatan' diakses pada (16/03/2023), biasanya tradisi ruwatan ini dilaksanakan dengan bertepatan pada tanggalan jawa yakni 1 suro. Seringkali upacara tradisi ruwatan  ini dianggap sebagai hal yang berbau mistis, terlihat dari banyaknya sesajen berupa buah-buahan, sayuran dan hewan ayam.

Baca Juga: Kapan Tradisi Dugderan di Semarang Mulai Untuk Sambut Bulan Ramadhan, Cek Jadwal Dugderan

Tidak hanya itu, sesajen untuk ruwatan juga meliputi bunga, padi, kaik dan masih banyak lagi. Secara jelas, persyaratan untuk upacara sesajen ini berupa kemenyan wangi, kain batik, kain mori putih, aneka nasi, padi, jajanan pasar, benang lawe, bunga setaman, air tujuh sumber, beragam rujak dan jenang.

Untuk tatacara pelaksanaannya diawali dengan doa bersama, sungkeman, mandi jamas dengan air londho merang, dan ada pertunjukkan kesenian wayang. Untuk pertunjukkan kesenian wayang ini menggunakan lakon wayang khusus yakni, Murwakala dan Sudamala.

Singkatnya menceritakan tentang Batara Guru yang memiliki anak yang bernama Wisnu dan Batarakala. Akan tetapi setelah tumbuh dewasa Bataraka menjadi orang yang jahat konon katanya karena kesurupan setan. Melalui cerita ini kemudian berkembang menjadi cerita jawa tentang penyucian diri.***

Editor: Fitriyatur Rosidah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah