Gunung Semeru Meletus: Mengingat Kembali Aktivis Soe Hok Gie dan Kepergian Selamanya di puncak Mahameru

- 5 Desember 2021, 19:15 WIB
Gunung Semeru Meletus: Mengingat Kembali Aktivis Soe Hok Gie dan Kepergian Selamanya di puncak Mahameru
Gunung Semeru Meletus: Mengingat Kembali Aktivis Soe Hok Gie dan Kepergian Selamanya di puncak Mahameru /Instagram/@gunungsemeru3676mbpl



SEMARANGKU - Gunung Semeru dan aktivis Soe Hok Gie memang ada hubungannya khususnya puncak Mahameru tersebut.

Kemarin Gunung Semeru meletus mengeluarkan guguran awan panas yang berdampak pada aktivitas masyarakat sekitar dan bahkan memakan korban jiwa.

Sejak Gunung Semeru meletus pada Sabtu, 4 Desember 2021 dan mengalami peningkatan aktivitas seismik serta aktivitas vulkanik seluruh masyarakat wilayah Gunung Semeru dievakuasi.

Baca Juga: Aktivitas Gunung Semeru Alami Peningkatan, BNPB Respon Langkah Cepat Tanggap Darurat

Baca Juga: 2 Kunci Ramalan Jayabaya. Pulau Jawa akan Terbelah Menjadi Dua Jika Gunung Semeru Meletus

Beberapa perkampungan dan fasilitas publik mengalami kerusakan akibat derasnya abu vulkanik yang dimuntahkan oleh Gunung Semeru sejak kemarin.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) setempat belum dapat memastikan berapa jumlah korban bencana akibat peristiwa Gunung Semeru meletus ini.

Tepat bulan Desember, peristiwa Gunung Semeru meletus mengingatkan kembali pada aktivis Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI, Soe Hok Gie yang meninggalkan jejak selamanya di puncak Gunung Semeru.

Dikutip Semarangku.com dari palapa.fmipa.unej.ac.id, Soe Hok Gie adalah seorang pecinta alam, aktivis Indonesia, mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Sejarah tahun 1962 yang hobi dalam menulis.

Selain dikenal sebagai sosok berpendirian teguh, ia juga sangat kritis, Soe Hok Gie lahir di Jakarta 17 Desember 1942, anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet atau dikenal Salam Sutrawan.

Namun, saat sehari sebelum usianya genap 27 tahun Soe Hok Gie menghembuskan napas terakhirnya di puncak Gunung Semeru (Mahameru) dengan ketinggian 3.676 MDPL, pada tanggal 16 Desember 1969.

Kiprahnya sebagai aktivis pecinta alam, menjadikannya sangat dikenal oleh banyak orang. Soe Hok Gie sering menghabiskan waktu luangnya di berbagai gunung yang ada di Indonesia.

Tempat favorit Soe Hok Gie adalah puncak Mandalawangi di Gunung Gede Parangrango, Jawa Barat, dengan ketinggian 3.019 MDPL, ditempat itulah Soe Hok Gie bersama rekan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI melepas penat.

Produktif dalam menulis di beberapa media, sosok Soe Hok Gie sempat mengabadikan momen di puncak Mandalawangi Gunung Parangrango melalui tulisan puisi berjudul 'Mandalawangi Pangrango'.

"Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi. Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada. Hutanmu adalah misteri segala. Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta," tulis Soe Hok Gie dalam puisinya tersebut.

Memiliki pemikiran yang sangat kritis terhadap politik Indonesia masa Orde Lama, namun Soe Hok Gie tidak pernah berkenan untuk terjun ke dunia politik praktis.

Soe Hok Gie lebih memilih melakukan aktivitas pendakian di beberapa gunung di Indonesia, ketimbang bergabung di dunia politik Indonesia.

Kala itu, Soe Hok Gie sangat membenci politik praktis, pasalnya banyaknya ketidakadilan di dunia politik masa Orde Lama yang mengakibatkan berbagai macam penderitaan yang dialami oleh rakyat.

Namun, pada akhirnya semesta memberikan tempat yang indah untuk Soe Hok Gie sang demonstran yang mencintai alam Indonesia, tepatnya di puncak Gunung Semeru.

Krononologinya, Soe Hok Gie melakukan pendakian di Gunung Semeru bersama tim pendakian Mahasiswa Pecinta Alam Indonesia (Mapala) UI, tepat pada tanggal 12 Desember 1969.

Dua hari sebelum wafatnya Soe Hok Gie, Aristides sahabatnya bermimpi tentang kecelakaan di gunung, ia melihat tiga sosok mayat yang tidak jelas wajahnya.

Aristides tidak pernah menyangka, jika mimpinya pertanda akan ada musibah yang terjadi kepada rekannya, termasuk Soe Hok Gie pada 16 Desember 1969.

Saat Soe Hok Gie tiba di puncak Gunung Semeru, kala itu cuaca sangat buruk, hujan kecil bercampur pasir kasar membuat suasana puncak terlihat mistis dan mengerikan.

Di usianya yang masih muda 26 tahun, kemudian Soe Hok Gie meninggal akibat menghirup gas beracun yang tidak berbau kawah Jonggring Seloko di puncak Gunung Semeru.*** 

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x