Fiqih Ramadhan: Seorang Pekerja Berat Boleh Tidak Puasa, Benarkah? Simak Pendapat Para Ulama Fiqih

- 31 Maret 2023, 18:20 WIB
Fiqih Ramadhan: Seorang Pekerja Berat Boleh Tidak Puasa, Benarkah? Simak Pendapat Para Ulama Fiqih
Fiqih Ramadhan: Seorang Pekerja Berat Boleh Tidak Puasa, Benarkah? Simak Pendapat Para Ulama Fiqih / ANTARA/Pradita Kurniawan Syah/

SEMARANGKU - Simak fiqih seputar puasa Ramadhan tentang hukum diperbolehkannya pekerja berat untuk membatalkan puasanya. 

Simak baik-baik penjelasan lengkapnya beserta pendapat para ulama yang menjelaskan syarat dan ketentuan dibolehkannya tidak puasa bagi seorang pekerja berat agar tidak salah paham. 

Puasa Ramadhan merupakan suatu bentuk ibadah wajib dan secara jelas tertuang dalam surah Al Baqarah ayat 183-185.

Baca Juga: Cek Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadhan, Bisa Double Pahala jika Dilakukan di Hari Jum'at

Tapi bagaimana seorang pekerja berat dalam menjalani puasa Ramadhan sembari mengerjakan pekerjaan beratnya yang pastinya membutuhkan tenaga lebih dibanding orang yang kerja dari kantor. 

Apakah ada rukhsah (keringanan) bagi seorang pekerja berat tersebut? Karena jika berpuasa ditakutkan tubuh tidak kuat dan sakit, tapi jika tidak berpuasa juga takut akan dosa meninggalkan puasa, bagaimana solusinya? 

Para ulama menjelaskan bahwa ada beberapa ketentuan seorang pekerja berat tersebut boleh membatalkan puasanya. 

Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam karyanya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengutip pendapat Abu Bakar al-Ajiry mengenai status hukum puasa bagi pekerja berat sebagai berikut:

 

قَالَ أَبُو بَكْرٍ الآجِرِي: مَنْ صَنَعَتْهُ شَـاقَـةٌ : فَـإِنْ خَافَ بِالصَّوْمِ تَلَفاً ، أَفطَرَ وَقَضَى إِنْ ضَرَّهُ تَرْكُ الصَنْعَةِ ، فَإِنْ لَمْ يَضُرُّهُ تَرْكُهَـا ، أَثِمَ بِالفِطْرِ ، وَإِنْ لَمْ يَنْتَفِ التَّضَرُّرُ بِتَرْكِهَا ، فَلاَإِثْمَ عَلَيْهِ بِـالفِطْرِ لِلْعُـذْرِ . وَقَرَّرَ جُمْهُورُ الفُقَهَاءِ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى صَاحِبِ العَمَلِ الشَّاقِّ كَالحَصَّادِ والخَبَّازِ وَالحَدَّادِ وعُمَّالِ المنَاجِمِ أَنْ يَتَسَحَّرَ وَيَنْوِيَ الصَّوْمَ ، فَإِنْ حَصَلَ لَهُ عَطَشٌ شَدِيْدٌ أَوْ جُوْعٌ شَدِيْدٌ يَخَافُ مِنْـهُ الضَّرَرُ ، جَازَ لَهُ الفِطْرُ ، وَعَلَيْهِ القَضَـاءُ ، فَـإِنْ تَحَقَّقَ الضَّرَرُ وَجَبَ الفِطْرُ

 

“Abu Bakar al-Ajiri berpendapat seorang pekerja berat bila dia amat khawatir akan keselamatan nyawanya, boleh berbuka, akan tetapi tetap menggantinya dengan catatan pekerjaan tersebut memang benar-benar tidak bisa ditinggalkan (bila ditinggalkan akan berakibat fatal, mudharat).

Dari pendapat di atas, seorang pekerja berat boleh membatalkan puasanya jika memang puasanya akan membawa mudharat bagi dirinya, sedang pekerjaan itu tidak bisa ia tinggalkan. 

Apabila pekerjaan tersebut masih bisa saja ditinggalkan dan tidak berdampak fatal, maka dosa jika membatalkan puasa. 

Apabila setelah meninggalkan pekerjaan tersebut dampak buruknya masih terasa, maka ia boleh membatalkan puasanya karena uzur.

Para Ulama fiqih menetapkan kewajiban sahur dan berniat puasa di malam hari bagi para petani, pandai besi, pembuat roti, pekerja tambang, dan para pekerja berat lainnya. 

Jika memang di tengah pekerjaan dia merasakan sangat haus dan lapar, kemudian dia khawatir hal ini berdampak buruk bagi dirinya, boleh baginya membatalkan puasa kemudian nanti mengganti puasanya di lain hari. 

Baca Juga: Cara Meraih Keberkahan Lailatul Qadar, Malam yang Lebih Baik dari Seribu Bulan di Akhir Bulan Ramadhan

Bahkan, jika dampak buruk ini benar-benar sangat terasa dan memprihatinkan, wajib baginya membatalkan puasa.” (Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 2, hlm 648).

Para ulama fiqih berpendapat bahwa seorang pekerja berat berkewajiban berniat puasa dulu di malam harinya serta menjalankan puasa semampu yang ia bisa. 

Jika dirasa sudah tidak sanggup pada tengah hari ia puasa maka diperbolehkan membatalkan puasanya dan harus menggantinya setelah Ramadhan usai. 

Berdasarkan pendapat al-Ajiri yang dikutip Wahbah al-Zuhaili di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerja berat tetap harus sahur dan niat puasa seperti biasa, tetap harus puasa selayaknya Muslim yang lain.

Namun, bila puasa tersebut kemudian terasa berat bila dilanjutkan, dan pekerjaan tersebut benar-benar tidak bisa ditinggal, boleh baginya membatalkan puasa, dan tidak ada dosa baginya. Hanya saja kemudian puasa yang batal tersebut tetap diganti di hari lain.

Malah, bila memaksakan tetap melakukan pekerjaan berat di tengah puasa dan menyebabkan keadaan genting, gawat darurat yang mengancam nyawa, wajib baginya membatalkan puasa. Allah Ta'ala berfirman dalam surah An Nisa ayat 29, yang bunyinya:

 

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

 

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS An Nisa [4] : 29).

 

Akan tetapi, perlu diingat, bila pekerjaan tersebut masih dapat ditinggal atau misal dapat dikerjakan di malam hari setelah berbuka puasa, maka menyengaja bekerja di siang hari lalu membatalkan puasa begitu saja, hal ini tentunya dosa besar dan tidak diperkenankan.

Islam tidak pernah memberatkan pemeluknya dalam menjalankan ibadah terutama ibadah puasa Ramadhan. Ada banyak rukhsah (keringanan) bagi yang tidak mampu menjalankan puasa akibat udzur usia, fisik yang lemah, karena haid, dan lain sebagainya. 

Meskipun demikian, sebagai seorang Muslim harus tetap disiplin dalam menjalankan ibadah terutama puasa Ramadhan. Bukan dengan adanya rukhsah tersebut bisa sesuka hati tidak menjalankan ibadah puasa dengan alasan di atas padahal itu hanya alibinya sendiri sehingga ia bisa meninggalkan puasa. 

Ibadah puasa adalah salah satu ibadah yang Allah Ta'ala sendiri yang akan membalas pahalanya dengan pahala yang tidak terkira jumlahnya. 

Dalam hadis riwayat Imam Bukhari disebutkan: Allah berfirman dalam hadits qudsi: 

"Orang yang berpuasa itu meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena taat pada perintahKu Allah. Puasa adalah untukku (Allah) dan Aku akan memberikan balasannya, sedang sesuatu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat gandanya."

Baca Juga: Bagaimana Hukum Puasa Bagi Autisme dan Disabilitas Intelektual? Apakah Diwajibkan atau Tidak? Simak Penjelasan

Jadi jika kondisi fisik kuat dalam menjalani ibadah puasa Ramadhan jangan sampai meninggalkannya karena hanya kerugian yang didapat padahal Allah Ta'ala dengan cuma-cuma melipatgandakan pahala bagi seseorang yang berpuasa di bulan Ramadhan ini. 

Kesimpulannya, seorang pekerja berat boleh membatalkan puasanya asalkan memenuhi syarat di atas dan malamnya tetap berniat puasa serta sahur sebagaimana biasanya agar tidak dianggap sebagai orang yang sengaja meninggalkan puasa. Jika memang dirasa fisik sudah tidak kuat berpuasa di siang harinya maka boleh membatalkan puasanya dan puasanya diganti di hari lain di luar bulan Ramadhan.***

Editor: Fitriyatur Rosidah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x