Berikut Perbedaan Mengenai Amil dan Panitia Zakat Berdasarkan Hasil Munas Nahdlatul Ulama 2017

15 April 2023, 10:30 WIB
Berikut Perbedaan Mengenai Amil dan Panitia Zakat Berdasarkan Hasil Munas Nahdlatul Ulama 2017 /Freepik/

SEMARANGKU – Salah satu ibadah yang harus dilakukan umat Islam sekaligus menjadi ukuran status keislaman seseorang adalah menunaikan zakat.

Kewajiban zakat menjadi salah satu rukun Islam yang dilakukan dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada orang lain

Dalam melakukannya, muzakki atau orang yang berzakat bisa memberikannya secara langsung kepada mustahiq (orang yang berhak) ataupun melalui orang lain yang disebut sebagai amil atau pengelola zakat.

Baca Juga: Bolehkah Zakat Mal Diberikan untuk Orang Tua Sendiri atau Keluarga Terdekat? Begini Penjelasannya

Dalam hasil Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama tahun 2017 disebutkan definisi amil adalah orang yang diangkat oleh imam atau pemerintah untuk memungut, mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya yaitu delapan ashnaf atau golongan.

Jadi Amil pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan imam dalam melaksanakan tugas yang terkait dengan zakat.

Namun di masyarakat sampai saat ini, masih banyak ditemukan sekelompok orang yang mengamilkan diri dan mengelola zakat, sedekah, dan infak.

Kelompok ini dibentuk atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat atau swakarsa dan tidak mendapatkan legalitas dari pemerintah.

Tidak jarang mereka mengambil bagian dari zakat yang dikumpulkan karena merasa sudah menjadi amil.

Terkait dengan hal ini, hasil Munas NU tahun 2017 menegaskan bahwa panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat.

Hal ini karena mereka tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat.

Lain halnya jika pembentukan tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimana minimal dicatatkan ke KUA untuk amil perseorangan atau Amil kumpulan perseorangan. Hal ini berdasarkan Kitab Hasyiyah at-Tarmasi.

Dalam konteks negara modern seperti Indonesia, pengangkatan amil adalah kewenangan imam atau kepala negara. Namun demikian, kewenangan itu bisa dilimpahkan kepada para pejabat pembantunya, yang ditunjuk untuk mengangkat amil yang menurut PP No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah, gubernur, bupati, atau walikota.

Mereka pun boleh mengangkat pegawai atau ummal untuk membantu tugas mereka dalam mengelola zakat.

Baca Juga: Melihat Keunikan Ramadhan di Negara Yang Penduduk Muslimnya Minoritas

Adapun prosedur pengangkatan amil zakat:

  1. Amil zakat merupakan salah satu yang masuk kategori jabatan kekuasaan atau wilayah, baik diangkat langsung (pelantikan) atau tidak langsung lewat SK.
  2. Muwali atau pihak yang mengangkat. Dalam hal ini bisa kepala negara atau pejabat di bawahnya atau pejabat pembantu mengetahui bahwa muwalla atau pihak yang diangkat atau calon amil zakat telah memenuhi kualifikasi persyaratan untuk diangkat sebagai amil zakat.
  3. Muwalla atau calon amil mengetahui bahwa muwalli berhak mengangkatnya, mengetahui bahwa muwalla telah mengangkat dirinya sebagai amil zakat dan menyanggupi menjadi amil atau langsung bekerja
  4. Dalam pengangkatannya, sebutkan tugas amil mengetahui penanganan zakat secara jelas agar amil yang diangkat mengetahui sejauh mana wilayah tugas yang diembannya
  5. Dalam pengangkatannya disebutkan daerah kerja amil agar ia dapat mengetahui dengan persis mana yang daerah yang menjadi kewenangannya.

Demikian adalah perbedaan Amin dan Panitia zakat yang perlu diketahui berdasarkan Munas NU 2017.***

Editor: Fitriyatur Rosidah

Tags

Terkini

Terpopuler