Di Balik Tradisi Black Friday, Krisis Keuangan Hingga Jatuhnya Pasar Emas AS

- 27 November 2021, 08:53 WIB
Di Balik Tradisi Black Friday, Krisis Keuangan Hingga Jatuhnya Pasar Emas AS
Di Balik Tradisi Black Friday, Krisis Keuangan Hingga Jatuhnya Pasar Emas AS /Pixabay/mmi9

SEMARANGKU- Black Friday adalah tradisi warga AS yang khususnya dirayakan pada hari Jumat. 

Biasanya Black Friday dirayakan setelah adanya Thanksgiving antar warga AS.

Saat Black Friday, banyak toko online maupun offline di negara Paman Sam akan melakukan hal yang tidak masuk akal.

Baca Juga: Penelitian Ungkapkan Manusia Bisa Hidup di Mars Jika Mars Bisa Wujudkan Ini

Banyak toko akan melakukan promo dan diskon besar-besaran secara tidak masuk akal.

Namun terdapat kisah kelam dibalik adanya Black Friday, seperti yang dilansir SEMARANGKU dari History.

Sejatinya, istilah Black Friday pertama kali digunakan oleh globalis Amerika Serikat pada situasi jatuhnya pasar emas pada 24 September 1869.

Peristiwa tersebut terjadi karena dimotori oleh dua orang pemodal Wall Street yang sangat kapitalis yakni Jay Gould dan Jim Fisk.

Baca Juga: Taliban Klaim Telah Capai Kesepakatan untuk Tanam dan Produksi Ganja dengan Peusahaan Australia

Keduanya bekerjasama dalam membeli sebanyak mungkin emas yang ada di Amerika Serikat.

Hal tersebut dilakukan untuk mendongkrak harga jual emas yang mereka miliki nanti.

Dalam periode itu, Jay Gould dan Jim Disk berhasil membuat emas di Amerika menjadi langka.

Konspirasi dua orang Wall Street tersebut akhirnya terungkap pada hari Jumat bulan September.

Ulah Jay Gould dan Jim Disk itu menyebabkan pasar saham jatuh bebas.

Sehingga banyak kaum elit kelas atas hingga masyarakat sipil menjadi korban.

Banyak usaha dari mereka bangkrut lalu gulung tikar.

Kisah tersebut berkembang di masyarakat dan diceritakan ulang lintas generasi hingga mengaitkannya dengan belanja Thanksgiving sampai peritel.

Dalam versi kisah ini, diibaratkan toko yang satu tahun penuh beroperasi mengalami kerugian (merah), akan mendapat keuntungan hitam) pada hari setelah diadakannya Thanksgiving.

Hal ini karena konsumen akan menghabiskan uang secara sukarela untuk memburu barang diskon.

Konsep perumpaan tersebut relevan dengan cara kerja perusahaan ritel biasa yang sering mencatat kerugian dengan tinta merah dan keuntungan dengan tinta hitam.

Oleh karena itu, cerita dibalik Black Friday versi ini adalah cerita yang disetujui secara resmi dan dipercaya oleh masyarakat, meski belum terbukti keakuratannya.

Namun, pada akhir-akhir tahun ini, beberapa cerita mengenai Black Friday kembali muncul dengan versi yang berbeda.

Ada klaim cerita bahwa pada tahun 1800-an seorang pemilik perkebunan dapat membeli budak dengan adanya Thanksgiving.

Hal tersebut menjadi kecaman banyak orang dan buruh, sehingga pada tahun itu terdapat unjuk rasa untuk memboikot perusahaan ritel.

Kisah lain kelamnya Black Friday juga diklaim pernah terjadi pada tahun 1950-an.

Pada saat hari Thanksgiving segerombolan pembeli dan turis pinggiran membanjiri pusat kota sesaat sebelum diadakannya pertandingan sepak bola Angkatan Darat vs Angkatan Laut.

Saat itu kondisi menjadi riuh dan kacau, hingga polisi di kota Philadelphia menyebutnya dengan istilah Black Friday.

Pada tahun itu, Polisi di kota Phily disibukkan dengan lalu lintas tambahan dan keramaian masa.

Belum lagi mereka juga harus mengurusi keamanan toko ritel, karena saat itu banyak sekali laporan terjadinya pengutilan.

Namun pada akhirnya kisah Black Friday berhenti dan kisah gelap di kota Philadelphia terlupakan.

Saat ini konotasi Black Friday memiliki artian yang lebih positif, dengan menyederhanakannya menjadi “liburan ritel”.***

Editor: Risco Ferdian

Sumber: History


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah