SEMARANGKU – Para ilmuwan Eropa mengatakan bahwa laki-laki memiliki peran lebih banyak dalam menyebabkan perubahan iklim dibandingkan perempuan.
Hasil perbandingan tersebut diperoleh oleh para ilmuwan Eropa usai membandingkan kebiasaan antara perempuan dan laki-laki.
Dari penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan Eropa, mereka mendapat kesimpulan bahwa laki-laki memiliki peran lebih banyak dalam perubahan iklim.
Sebuah tim peneliti Eropa membandingkan kebiasaan pria dan wanita Swedia dan membandingkan dampak iklim secara keseluruhan yang mereka sebabkan.
Melalui penelitian tersebut, diperoleh bahwa perilaku laki-laki mengakibatkan 16 persen produksi emisi karbon dibandingkan perempuan.
Kesimpulan tersebut diperoleh menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal for Industrial Ecology minggu ini.
“[Laki-laki] benar-benar dapat belajar dari kebiasaan pengeluaran wanita,” kata penulis utama studi Annika Carlsson-Kanyama dari kelompok riset keberlanjutan Ecoloop dikutip Semarangku melalui Futurism.
“Wanita menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih sedikit meskipun jumlah pengeluaran yang sama,” lanjutnya.
Sebagian besar perbedaan terjadi pada fakta bahwa laki-laki menghabiskan lebih banyak uang untuk mobil daripada perempuan.
Oleh karena itu, laki-laki membutuhkan lebih banyak bensin daripada perempuan yang lebih senang berpergian dengan kereta.
Mereka juga menemukan bahwa pria makan lebih banyak daging dengan emisi tinggi.
“Identitas maskulin [laki-laki] menjadi sangat terkait dengan ekstraksi dan konsumsi bahan bakar fosil,” kata ekofeminisme Universitas Limerick dan peneliti keadilan lingkungan Asmae Ourkiya.
“Dan resistensi terhadap diet berkelanjutan,” lanjut Asmae Ourkiya.
Berbicara tentang perbedaan gender ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pribadi, kata Carlsson-Kanyama.
Tidak ada yang suka mendengar bahwa cara hidup mereka adalah bagian dari masalah.
Tetapi perbedaan gender tersebut dapat digunakan untuk eksplorasi dan mengkomunikasikan dampak iklim.
Terlebih melalui pilihan laki-laki yang akan menjadi peluang untuk membuat kebijakan, agar perubahan iklim dapat perlahan diubah.
“Misalnya, dalam transportasi harus ditargetkan kepada laki-laki untuk mencegah mereka menghabiskan begitu banyak bahan bakar, dari menggunakan mobil pribadi,” kata Carlsson-Kanyam.***