Banyak Pelaut yang Terjebak di Laut, Perusahaan Pelayaran Menutup Mata

- 10 Juli 2021, 19:45 WIB
Ilustrasi gambar, Banyak Pelaut yang Terjebak di Laut, Perusahaan Pelayaran Menutup MataBanyak Pelaut yang Terjebak di Laut, Perusahaan Pelayaran Menutup Mata
Ilustrasi gambar, Banyak Pelaut yang Terjebak di Laut, Perusahaan Pelayaran Menutup MataBanyak Pelaut yang Terjebak di Laut, Perusahaan Pelayaran Menutup Mata / Maximilian Weisbecker on Unsplash



SEMARANGKU  – Banyaknya pelaut yang terjebak di laut selama dua tahun membuat keadaan menjadi sangat kritis.

Para pelaut tersebut terjebak setelah terdampar di laut selama pandemi karena perusahaan pelayaran menutup mata.

Sebanyak 200.000 pelaut telah ditinggalkan tanpa diurus oleh pihak perusahaan pelayaran.

Baca Juga: Kapal Kontainer di Dubai Meledak, Ledakan Mengguncang Kota Uni Emirat Arab

Seperti halnya Akash Kumar yang awalnya bersemangat naik kapal karena dia telah menjadi seorang pelaut.

"Waktu itu adalah perasaan yang baik ... mimpi yang menjadi kenyataan. Saya bergabung dengan angkatan laut pedagang ini karena saya suka menjelajahi tempat lain, negara lain," katanya.

Pelaut India tersebut tertarik karena janji upah yang tinggi dan bisa berkeliling dunia.

Namun kenyataan yang dia hadapi tersebut tidak seperti yang dia bayangkan.

Saat dia bergabung dengan Ula pada Februari 2019, terjadi banyak sekali permasalahan yang melanda.

Baca Juga: Kapal Perang Rusia Latihan di Dekat Hawaii AS, Menteri Jepang: Mau Pearl Harbour Terulang?

Ada kekurangan bahan bakar, minyak, dan air sehingga pada September kapal tersebut mengalami pemadaman listrik selama 19 hari.

pandemi COVID-19 merebak ketika mereka berlabuh di Kuwait pada Februari 2020, terlebih negara tersebut lockdown.

Sementara mereka menunggu di pelabuhan tersebut, pemilik kapal Ula mengatakan bahwa mereka tidak memiliki dana untuk kapal tersebut.

Sehingga pemilik kapal berhenti membayar kru dan memotong kontak mereka agar tidak bisa menghubunginya.

Beberapa kru telah menghabiskan lebih dari dua tahun di kapal tersebut.

"Kadang-kadang saya menangis di kabin saya karena tahun lalu saya tidak bisa menghadiri pernikahan sepupu saya, yang sangat dekat dengan saya. Dan banyak kesempatan telah dilakukan di rumah saya, tapi saya ... tidak bisa menghadiri mereka," jelas Akash dilansir dari Aljazeera.

"Jika bukan karena pandemi, kami akan berada di rumah [bulan sebelumnya]," kata Bhanu Shankar Panda yang berusia 47 tahun.

Jumlah pelaut yang ditinggalkan di kapal telah meningkat semasa pandemi.

Pelaut akan dianggap telah ditinggalkan jika pemilik kapal memotong kontak dan meninggalkan mereka tanpa membayar ataupun memulangkan kru.

Hingga 200.000 pelaut masih terdampar di laut per Juni 2021.

Mereka tidak bisa pulang karena perbatasan tertutup dan kebijakan karantina selama Covid-19 ini.

Purcell, seorang inspektur dari Federasi mengatakan perusahaan pelayaran memegang kekuasaan besar atas karyawan mereka, mengendalikan keuangan, jadwal, dan kapan mereka dapat meninggalkan kapal.

"Selama berabad-abad itu menjadi salah satu industri teregulasi terburuk di dunia karena tidak terlihat, di luar pikiran," katanya dikutip dari Al Jazeera.

Para pelaut tersebut juga mengatakan bahwa mereka diperlakukan sangat buruk walaupun sudah dibebaskan dari kapal pada 4 Juni 2021.***

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x