Taliban Terbitkan Dekrit Larang Pernikahan Paksa di Afghanistan, Wanita Tidak Boleh Dianggap Properti

4 Desember 2021, 07:55 WIB
Taliban Terbitkan Dekrit Larang Pernikahan Paksa di Afghanistan, Wanita Tidak Boleh Dianggap Properti /Reuters /Zohra Bensemra/

SEMARANGKU – Taliban telah menerbitkan dekrit yang melarang pernikahan paksa di Afghanistan, dengan mengatakan perempuan tidak boleh dianggap ‘properti’.

Meskipun dekrit tersebut sudah diterbitkan oleh Taliban, namun masih ada yang mempertanyakan tentang apakah Taliban akan memperluas hak-hak perempuan.

Dekrit tersebut diumumkan oleh Taliban pada Jumat, 3 Desember 2021.

Baca Juga: Taliban Klaim Telah Capai Kesepakatan untuk Tanam dan Produksi Ganja dengan Peusahaan Australia

Dalam dekrit yang dikeluarkan oleh Taliban, tidak disebutkan usia minimal untuk menikah, yang sebelumnya ditetapkan 16 tahun.

Kelompok itu juga mengatakan seorang janda sekarang akan diizinkan untuk menikah kembali 17 minggu setelah kematian suaminya, memilih suami barunya secara bebas.

Tradisi kesukuan yang sudah berlangsung lama telah memegang suatu adat.

Adat tersebut adalah bagi seorang janda untuk menikahi salah satu saudara laki-laki atau kerabat suaminya jika suaminya meninggal.

Baca Juga: Jubir Taliban Sebut Ada Kosekuensi Bagi Dunia Jika Pemerintahannya Tidak Diakui

Pemimpin Taliban mengatakan telah memerintahkan pengadilan Afghanistan untuk memperlakukan perempuan secara adil.

Terutama para janda yang mencari warisan sebagai kerabat terdekat.

Kelompok yang kembali berkuasa pada Agustus 2021 tersebut, juga mengatakan telah meminta menteri-menteri pemerintah untuk menyebarkan kesadaran tentang hak-hak perempuan di seluruh penduduk.

Perkembangan itu dipuji sebagai langkah maju yang signifikan oleh dua wanita terkemuka Afghanistan.

Tetapi pertanyaan tetap ada tentang apakah kelompok itu akan memperluas hak-hak perempuan seputar pekerjaan dan pendidikan.

“Ini besar, ini sangat besar jika dilakukan seperti yang seharusnya, ini adalah pertama kalinya mereka membuat keputusan seperti ini,” ujar Mahbouba Seraj, Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Keterampilan Wanita Afghanistan, dikutip dari Al Jazeera.

Komunitas internasional yang telah membekukan miliaran dolar dana untuk Afghanistan, telah menjadikan perempuan dan hak asasi manusia sebagai elemen kunci dari setiap keterlibatan masa depan dengan Afghanistan.

Seraj mengatakan bahwa sebelum Taliban mengambil alih negara itu, politisi Afghanistan telah berjuang untuk membentuk kebijakan tentang hak-hak perempuan seputar pernikahan.

“Sekarang yang harus kita lakukan sebagai perempuan di negara ini adalah kita harus memastikan ini benar-benar terjadi dan dilaksanakan,” pungkas Seraj.

Roya Rahmani, mantan duta besar untuk Afghanistan untuk Amerika Serikat, menggemakan optimismenya.

Dia mengatakan bahwa itu kemungkinan sebagian merupakan upaya untuk meredakan ketakutan internasional mengenai rekam jejak Taliban tentang hak-hak perempuan.

“Ini adalah langkah yang sangat cerdas dari pihak Taliban saat ini karena salah satu berita yang menarik perhatian Barat adalah fakta bahwa gadis-gadis kecil dijual sebagai properti kepada orang lain untuk memberi makan anggota keluarga lainnya,” ujar Rahmani, dikutip dari Al Jazeera.

Selama pemerintahan sebelumnya dari tahun 1996 hingga 2001, Taliban melarang perempuan meninggalkan rumah tanpa kerabat laki-laki.

Memaksa laki-laki untuk menumbuhkan janggut dan melarang bermain musik.

Taliban mengatakan mereka telah berubah, tetapi banyak wanita, advokat dan pejabat tetap skeptis.

Kelompok itu menjanjikan kebebasan berekspresi, hak-hak perempuan dan amnesti kepada pejabat yang bekerja di bawah pemerintahan Presiden Ashraf Ghani sebelumnya.

Tetapi wartawan menghadapi pembatasan dan laporan telah muncul tentang pejuang Taliban yang terlibat dalam pembunuhan balas dendam terhadap mantan pejabat.

Sejumlah besar sekolah menengah untuk anak perempuan masih belum beroperasi, meskipun Taliban mengatakan sedang berupaya untuk membukanya.

Seraj mengatakan Taliban sekarang perlu melangkah lebih jauh.

Dia menyerukan kelompok itu untuk mengeluarkan lebih banyak aturan untuk memperjelas hak-hak perempuan untuk mengakses ruang publik.

Itulah Taliban yang terbitkan dekrit larang pernikahan paksa di Afghanistan, wanita tidak boleh dianggap properti.***

Editor: Risco Ferdian

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler