Mengungkap Dibalik Bocornya Virus Corona dari Laboratorium Wuhan, AS dan Perancis Terlibat

6 September 2021, 17:39 WIB
Anggota WHO Peter Daszak dan Thea Fischer duduk di dalam mobil tiba di Institut Virologi Wuhan untuk menyelidiki asal usul virus corona, 3 Februari 2021/REUTERS/Thomas Peter /

 

SEMARANGKU – Sebuah laporan tahun 2018 mengklaim laboratorium Wuhan memiliki praktik keselamatan yang buruk dan tidak ada pengawasan dari AS.

Hal itu terkait dari masalah pembayaran pajak laboratorium oleh AS yang mengeluarkan dana besar untuk mendanai proyek bersama Perancis.

Laporan itu mengatakan AS membayar pajak dan mengizinkan peneliti internasional lainnya bekerja di laboratorium Wuhan, namun China memutusnya secara sepihak.

 Baca Juga: China Bantah Tuduhan Cegah Pakar WHO Kunjungi Pasar Wuhan Huanan dan Berikan Kronologi Terkait

Kurangnya kolaborasi dalam proyek penelitian internasional diduga menjadi penyebab praktik yang buruk dan kurangnya pengawasan.

Laporan ini disampaikan oleh diplomat AS Rick Switzer bersama konsul jenderal AS Jamie Fouss yang menjadi kronologis awal bocornya virus corona dari laboratorium Wuhan.

Laporan tersebut merinci bagaimana National Institutes of Health (NIH) AS yang dipimpin oleh Dr Anthony Faucci bereksperimen virus corona.

NIH adalah pendana utama bersama dengan National Science Foundation of China (NSFC) dalam proyek penelitian virus SARS di laboratorium Institut Virologi Wuhan.

 Baca Juga: China Marah karena WHO Ungkap Asal-Usul Covid-19 dari Karyawan Lab Wuhan yang Terinfeksi di Gua Kelelawar

“Pada tahun lalu (2017), Institut Virologi Wuhan menjadi tuan rumah kunjungan dari NIH dan NSFC serta para ahli dari University of Texas Medical Branch di Galveston,” kata Switzer, dikutip dari Express 4 September 2021.

Namun, pejabat Institut Virologi Wuhan mengatakan akan ada kuota terbatas bagi peneliti internasional dan domestik yang telah melakukan proses persetujuan untuk melakukan penelitian di laboratorium.

Menurut buku keluaran baru berjudul “What Really Happened in Wuhan: the Cover-Ups, the Conspiracies and the Classified Research, peneliti di Institut Virologi Wuhan membuat database virus yang berpotensi mematikan.

Penulis buku itu, Sharri Markson menyebut peneliti China Shi Zhengli yang dijuluki “batwoman” membantu menyusun database.

Zhengli mendapat julukannya karena telah mengumpulkan 19.000 sampel dari kelelawar saat berada di Wuhan dengan 2.481 di antaranya mengandung virus corona.

Pencapaian Zhengli tersebut merupakan bagian dari proyek yang disebut China sebagai Global Virome Project (GVP).

GVP seharusnya menjadi proyek bersama internasional untuk mengidentifikasi dalam 10 tahun semua virus di planet ini yang berpotensi menjadi pandemi atau epidemi pada manusia.

“Jadi laboratorium yang bekerja dengan virus paling mematikan yang diketahui umat manusia telah secara efektif memutuskan kerja sama dengan komunitas internasional,” kata Markson.

Ketika wabah virus corona muncul pada akhir 2019, Zhengli khususnya dan pekerjaan laboratorium berada di bawah pengawasan ketat.

Laboratorium Institut Virologi Wuhan telah dituduh atas kemunculan virus corona yang mulai menyebar pada Februari 2020 di sebagian besar wilayah di dunia.

Menanggapi tuduhan itu, Zhengli mengoceh membela diri di aplikasi WeChat.

“Mereka yang percaya dan menyebabkan desas-desus, tutup mulut kotormu,” tulisnya.

“Saya Shi Zhengli menggunakan hidup saya untuk menjamin bahwa itu tidak ada hubungannya dengan laboratorium kami,” tambahnya.

China hingga kini membantah tuduhan kebocoran virus corona berasal dari laboratorium Institut Virologi Wuhan dan bersikeras virus itu melompat dari kelelawar ke manusia.***

Editor: Heru Fajar

Tags

Terkini

Terpopuler