Upacara Tradisi Mitoni, Acara 7 Bulanan Adat Jawa Untuk Memuliakan Calon Ibu Simak Penjelasannya

12 Mei 2023, 18:12 WIB
Upacara Tradisi Mitoni, Acara 7 Bulanan Adat Jawa Untuk Memuliakan Calon Ibu Simak Penjelasannya /Pixabay.com/Marncom

SEMARANGKU - Upacara tradisi mitoni merupakan sebuah acara 7 bulanan adat  jawa untuk memuliakan calon ibu yang hamil anak pertama dengan usia kandungan 7 bulan.

Upacara mitoni juga dikenal dengan tingkeban. Masyarakat biasanya melaksanakan upacara tradisi ini pada hari Rabu atau Sabtu di tanggal ganjil.

Pelaksanaannya ini berdasarkan perhitungan penanggalan jawa sebelum bulan purnama muncul, dilansir dari kratonjogja.id.

Baca Juga: Mengenal Upacara Tradisi Jawa Sadranan Atau Nyadran di Bulan Ruwah Masyarakat Jawa, Apa Maknanya?

Dijawa upacara tradisi mitoni masih melekat kuat, untuk serangkaian acaranya meliputi sungkeman, prosesi siraman, pecah telur, memutus lawe, brojolan, pecah kelapa, ganti busana, dan slametan. 

Diawali dengan sungkeman, dilakukan oleh calon ibu kepada calon ayah. Kemudian melakukan sungkeman kepada orang tua untuk memohon doa restu agar proses kehamilan sampai melahirkan diberikan kelancaran.

Pada siraman, dimaksudkan untuk membersihkan kotoran dan membersihkan hati serta jiwa pada calon ibu. Dalam istilah jawanya siraman ini untuk 'ngruwat sukerta' atau membuang kesialan. 

Air yang dipakai untuk siraman ini berasal dari 7 sumur yang berbeda, setelah siraman dilanjut pecah telur, dilakukan oleh calon ayah. Satu butir telur ayam kampung ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu kemudian dibanting ke lantai agar pecah, ini melambangkan saat proses persalinan nanti semoga dapat berjalan lancar.

Kemudian memutus lawe atau janur yang sebelumnya diikatkan di perut sang calon Ibu, yang memutus adalah calon Ayah.

Lanjut, prosesi brojolan yakni melepaskan dua buah kelapa muda gading, yang mana dalam hal ini kelapa muda tersebut digambari tokoh pewayangan Kamajaya (laki-laki) dan Kamaratih (perempuan). 

Ini dimaksudkan supaya bayi yang dilahirkan selamat dan orang tua bisa menerima apapun jenis kelamin sang anak nanti ketika lahir ke dunia. Dilanjut dengan pecah kelapa, sang calon ayah mengambil salah satu kelapa dalam keadaan mata tertutup dan kemudian dipecahkan, ini untuk memprediksi jenis kelamin calon anak.

Setelahnya ganti busana selama 7 kali. Sang calon ibu dikeringan dengan berganti busana,nantinya akan ditanyakan dahulu kepada tamu undangan apakah sudah pantas belum kain yang digunakan, dan tamu undangan menjawab 'belum' sampai ganti busana yang ke 7 baru pantas, dilansir dari surakarta.go.id.

Setelah ganti busana, lanjut jualan cendol dan rujak baik calon ayah dan calon ibu. Calon ayah membawa payung untuk memayungi ibu dan calon ibu berjualan sambil membawa wadah untuk menampung hasil jualannya. Uang yang digunakan adalah yang terbuat dari tanah liat (kreweng).

Baca Juga: 4 Rekomendasi Tempat Kuliner Malam di Solo Jawa Tengah, Ada Gudeg Ceker Hingga Nasi Liwet Dijamin Enak

Acara diakhiri dengan potong tumpeng, dengan aneka macam lauk pauk. Untuk potong tumpeng ini dilakukan oleh calon Ayah kemudian diterima calon Ibu.

Untuk sajian dalam acara ini berupa jenang putih, jenang abang, jenang kuning, jenang ireng, jenang waras dan jenang sengkolo. Ada juga  buah-buahan, kembang setaman hingga beragam jenis daun, dilansir dari surakarta.go.id.

Singkatnya, upacara tradisi ini dilaksanakan agar calon ibu dan calon bayi yang dikandungnya mendapatkan keselamatan dan kesehatan.***

Editor: Fitriyatur Rosidah

Tags

Terkini

Terpopuler