Network
Dari segi tempo, tarian ini terbilang lamban. Penarinya membawakan tarian ini secara lemah gemulai yang menggambarkan keindahan dan kelembutan seorang perempuan. Sang penari membawakan tarian secara harmonis melalui gerakan kepala, mata, kaki dan tangan yang ditampilkan oleh penari dengan luwes, kenes, kewes dan tregel.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa tarian ini sebenernya berasal dari tarian rakyat. Yang mana dipertunjukkan ketika musim tanam atau panen padi yang ditujukan sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewi Sri, dilansir dari indonesia.go.id.
Tepatnya sebagai ritual pertanian yang bertujuan untuk kesuburan tanaman padi dan untuk memperoleh hasil panen yang melimpah.
Hingga kemudian tarian rakyat ini diangkat derajatnya oleh Sri Gambyong yang merupakan penari asal Surakarta. Ia membawa tarian rakyat ini ke Keraton Kasunanan Surakarta pada era Paku Buwono IV.
Setelah diangkat derajat, tarian ini diperhalus dan dikenal sebagai Tari Gambyong. Nyi Bei Mintoraras yang mengawali kreativitas tarian yang menghasilkan Tari Gambyong Pareanom pada 1950.Hingga kemudian tarian ini berkembang secra meluas dengan banyaknya varian.
Tarian ini pertujukannya dimulai dengan alunan gending pangkur untuk mengundang para penari. Secara keseluruhan tarian ini terdiri dari tiga bagian yaitu gerakan awal (maju beksan), gerakan utama (beksan), gerakan penutup (mundur beksan).
Setelah Tari Gambyong masuk di lingkungan keraton untuk hiburan dan penyambutan tamu kehormatan, seiring dengan perkembangan zaman tarian ini mulai dipertunjukkan ke masyarakat luas, utamanya saat pagelaran kesenian.***
