Tahapan Pengembangan Obat Tradisional di Indonesia

10 Oktober 2021, 10:21 WIB
Tahapan Pengembangan Obat Tradisional di Indonesia /Pixabay/conggerdesign

SEMARANGKU - Artikel ini akan menyajikan kepada anda tentang tahap pengembangan obat tradisional di Indonesia.

Tahap pengembangan obat tradisional di Indonesia merupakan kunci agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal atau profesi dokter.

Agar obat tardisional dapat diterima oleh dokter atau intansi kesehatan formal di Indonesia, tentunya harus melalui tahapan dalam pengembangan obat tradisional tersebut.

Baca Juga: Pernah Singgung Wajah Lesti Kejora yang Nampak Tua, Revi Mariska Kini Dituding dalam Pengaruh Obat Terlarang

Oleh karena itu, obat tradisional harus melalui tahapannya agar bisa diterima kelayakan obatnya.

Ketika obat tradisional tersebut lulus uji coba, maka instansi kesehatan akan menggunakanya, tetapi jika tidak lulus uji coba, maka obat tradisional tersebut tidak layak digunakan oleh dokter dalam pengobatannya.

Adapun tahapan-tahapan penengembangan obat tradisional Indonesia di antaranya sebagai berikut:

Pertama, tahap seleksi, pada bagian ini obat tradisional harus dicek, dan diteliti terlebih dahulu, serta harus melakukan pemilihan jenis obat yang akan diteliti dan kembangkan.

Baca Juga: Obat Khusus Covid-19 Mulai Dikembangkan, Efektifkah Tangkal Virus?

Pada tahap ini obat tradisional diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya berdasarkan pola penyakit.

Selain itu, obat tradisional berdasarkan pengalaman harus berkhasiat untuk penyakit tertentu dan menjadi alternatif penyakit tertentu, seperti AIDS dan Kanker.

Kedua, tahap uji preklinik, pada bagian ini uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada uji coba hewan untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya.

Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI uji coba hewan yang digunakan untuk sementara satu spesies.

Sedangkan menurut pendapat WHO dalam pelaksanaaan uji coba hewan menganjurkan pada dua spesies.

Ketiga, melakukan uji teksisitas yang bertujuan untuk menentukan LD50 (lethal dose50).

LD50 merupakan dosis yang mematikan 50% uji coba hewan, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian.

Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia.

Keempat, uji farmakodinamik bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut.

pada bagian uji farmakodinamik penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo
pada uji coba hewan.

Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia.

Kelima, standardisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar.

Pada bagian ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang sesuai.

Bentuk sediaan obat tradisional sangat mempengaruhi efek yang ditimbulkan.
Bahan segar berbeda efeknya dibandingkan dengan bahan yang telah dikeringkan.

Proses pengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktif tertentu yang bersifat termolabil.

Sebagai contoh tanaman obat yang mengandung minyak atsiri atau glikosida tidak boleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil.

Demikian pula prosedur ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaan obat herbal atau tradisional yang dihasilkan.

Keenam, uji klinik obat tradisional. Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik.

Seperti halnya dengan obat modern maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda yang merupakan desain uji klinik baku emas.

Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik.

Adapun tahapan uji klinik yang dilakukan sebagai berikut:

1. Dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional.

2. Dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas,
tanpa pembanding.

3. Dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan
pembanding

4. Melakukan uji klinik definitif.

5. Pasca pemasaran, mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya.

Dilansir dari jurnal yang berjudul Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Karya Hedi R. Dewoto, terbit tahun 2017.

Demikian informasi tentang tahap pengembangan obat tradisional di Indonesia.***

Editor: Risco Ferdian

Tags

Terkini

Terpopuler