Ulama dan Cendikiawan Muslim Jateng Kumpul, Rumuskan Kurikulum Pendidikan Anti Radikalisme

- 5 April 2021, 10:57 WIB
Guna merumuskan kurikulum anti radikalisme, ulama dan cendikiawan Muslim di Jateng berkumpul
Guna merumuskan kurikulum anti radikalisme, ulama dan cendikiawan Muslim di Jateng berkumpul /Dok. Humas Prov Jateng/

SEMARANGKU - Para ulama dan cendekiawan muslim di Jateng berkumpul dalam Forum Cinta Tanah Air di Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah.

Ulama dan cendikiawan muslim Jateng yang berkumpul dalam Forum tersebut adalah untuk merumuskan sebuah kurikulum pendidikan yang anti radikalisme dan intoleransi di Jawa Tengah.

Dalam pertemuan antara para ulama dan cendikiawan muslim Jateng itu, turut hadir Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memberikan pengarahan pada acara FGD IV Forum Silaturahmi Perguruan Tinggi dan Pesantren "Forum Cinta Tanah Air" di Gedung Rektorat Baru Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Minggu, 4 April 2021.

"Forum yang dipelopori Mbah Munif ini sangat brilian dan menerobos. Menggabungkan kampus dan pondok pesantren, mereka berkolaborasi untuk membuat kurikulum pendidikan," kata Ganjar Pranowo.

Baca Juga: Jaga Keberlangsungan BLK Komunitas, Menaker Minta Pengelola Rangkul Stakeholder

Baca Juga: Jadwal Acara Trans7 Senin 5 April 2021: Ada Jubir Kemenkes di Inline! Cek Jam Tayangnya Yuk

Baca Juga: Jadwal Acara Trans TV Hari Ini Senin 5 April 2021: Ada Film Bioskop Looper dan Vice

Forum tersebut dipimpin langsung oleh pengasuh pondok pesantren Giri Kusumo Mranggen, KH Munif Muhammad Zuhri atau yang akrab disapa Mbah Munif.
Anggota forum terdiri dari para ulama, pengasuh pondok pesantren, rektor dan cendekiawan lainnya.

Forum yang dipimpin oleh Mbah Munif tersebut, sudah empat kali menggelar FGD. Dalam waktu dekat, akan selesai modul-modul yang bisa digunakan dalam pembelajaran berbagai pihak, khususnya sekolah umum yang ada di bawah naungan pemerintah.

Salah satu penggagas Forum Cinta Tanah Air yang juga Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof. Imam Taufiq menambahkan, forum tersebut muncul dari kegelisahan dan kekhawatiran tentang isu kekerasan dan radikalisme yang terjadi saat ini. Menurutnya, semua pihak harus berkolaborasi untuk mengatasi permasalahan terbesar bangsa ini.

"Sudah hampir selesai, jadi sebentar lagi bisa diterapkan. Yang ditekankan adalah pendidikan yang ramah, mengajarkan kebersamaan, tidak mempermasalahkan perbedaan, tidak melakukan kriminalitas dan lainnya. Intinya adalah pengajaran karakter untuk tidak radikal dan tidak intoleran kepada semua anak bangsa," kata Prof Imam Taufiq.

"Pondok pesantren dengan karakter khasnya, kampus dengan dunia keilmuannya dan pemerintah harus bersama-sama merumuskan design pendidikan yang ramah dan santun. Maka kolaborasi ini sangat pas untuk diterapkan," imbuhnya.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengapresiasi dan mendukung penuh forum ulama dan cendekiawan muslim yang digagas tersebut.
Apalagi, forum tersebut hadir untuk merumuskan pedoman pengajaran di sekolah sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya paham-paham radikal dan intoleran.

Menurut Ganjar, forum tersebut sangat tepat sebagai jawaban atas kondisi masyarakat yang terjadi saat ini. Apalagi belum lama ini, aksi terorisme yang terjadi di Makassar dan Jakarta, yang dilakukan oleh anak-anak muda.

"Saya resah melihat kondisi ini. Maka saya mendukung forum ini sebagai upaya melindungi generasi muda dari paham radikalisme dan intoleransi. Dengan membentuk karakter dan membuat metode dan metodologi pembelajaran yang baik, forum ini diharapkan membuat anak-anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga emosional. Jadi, tidak gampang ngamukan, tidak baperan," terangnya.

Ganjar berharap, setelah kurikulum hasil forum yang dibentuk tersebut selesai, nantinya akan diterapkan di seluruh sekolah di Jawa Tengah dan dapat dimasukkan dalam setiap pembelajaran yang ada di setiap jenjang pendidikan tersebut.

"Semua tingkat dan semua level. Hasil forum ini tentu akan menjadi bagian penting dalam pendidikan di Jawa Tengah. Jadi kalau siswa belajar itu ada gurunya dan isinya benar. Kalau tidak ada gurunya, mereka akan belajar di internet dan itu bahaya. Nanti merasa benar, muncul ujaran kebencian, gampang ngamuk dan sampai pada tindakan yang tidak diinginkan," tutup Ganjar.***

Editor: Risco Ferdian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x