Jelang Ramadhan, Kampung di Semarang ini Gelar Tradisi Gebyuran Bustaman

10 April 2021, 19:38 WIB
Kepala Disbudpar Semarang Indrayani ketika mengguyur anak-anak dalam tradisi Gebyuran Bustaman, Sabtu 10 April 2021. /Semarangku / Mahendra Smg

SEMARANGKU – Gebyuran Bustaman yang menjadi tradisi di salah satu kampung di Kota Semarang, tetap digelar saat pandemi Covid-19, Sabtu 10 April 2021.

Tradisi di Kampung Bustaman Kota Semarang yang dilakukan setiap mejelang Ramadhan ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumya karena harus memenuhi protokol kesehatan (prokes).

Gebyuran Bustaman tahun ini tidak dilakukan dengan perang bom air atau saling melempar bungkusan air.

Baca Juga: Live Streaming Real Madrid VS Barcelona Hari Ini di TV Online Gratis dan Vidio

Baca Juga: Terpilih Jadi Ketua IMI Jateng, Frits Yohanes Janji Bawa Pulang Emas di PON XX Papua

Gebyuran Bustaman hanya dilakukan perwakilan dari empat anak-anak dengan menggunakan pakaian tradisional, kemudian diguyur dengan menggunakan gayung.

Yang mengguyur anak-anak tersebut adalah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari serta Muspika setempat.

Setelah satu persatu anak diguyur, selanjutnya warga usia remaja mengguyur dirinya sendiri.

Baca Juga: Menggelikan! Ada Ulat di Masker yang Diimpor dari China, Benarkah?

Baca Juga: LIVE STREAMING Crystal Palace vs Chelsea Liga Inggris Malam Ini Kick Off 23.30 WIB

Bahkan tidak sedikit penonton ikut mengguyurkan air di badan mereka sendiri. Praktis, suasana menjadi meriah. Bahkan mereka tetap tersenyum meski baju mereka basah kuyup.

Tokoh masyarakat, Hari Bustaman mengatakan pelaksanaan tradisi pada tahun ini dilakukan secara sederhana meskipun hanya dilakukan oleh perwakilan masyarakat. Tapi tidak mengurangi makna dari Gebyuran Bustaman itu sendiri.

“Kalau sebelumnya ada pandemi gebyuran dilakukan dengan saling melempar air yang masukkan kedalam plastik dengan berbagai aneka warna. Tahun ini hanya perwakilan beberapa orang untuk diguyur air dengan menggunakan gayung,” katanya.

Baca Juga: Cara Daftar Sekolah Kedinasan Politeknik SSN 2021 dan Alur Pendaftaran Sekolah Sandi Negara

Baca Juga: Frits Yohanes Terpilih Jadi Ketua IMI Jateng, Hobi Digagas Prestasi Digas Hingga Soni Pilih Keluar Ruangan

Hari menambahkan untuk gebyuran ini merupakan salahsatu upaya untuk menghormati Mbah Kyai Bustaman yang membuat sumur yang pembuatannya pada 1743.

Sekarang sumur tersebut berusia 278 tahun sampai sekarang sumur tersebut masih digunakan masih digunakan oleh warga.

“Ketika dibuat sampai sekarang ini sumur yang dibuat Kyai Bustaman itu tidak pernah kering, meskipun pada musim kemarau padahal warga sekitar menggunakan air tersebut,” tambahnya.

Baca Juga: Pendaftaran CPNS 2021, Ada 1 Juta Formasi untuk Guru, Buruan Daftar Simak Infonya Disini

Baca Juga: Cara Daftar PKN STAN 2021 Pendaftaran Sudah Dibuka Ketahui Syarat Penting Disini

Harapannya dengan adanya kegiatan Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat atau wisata.

Sehingga kedepannya dapat memberikan nilai ekonomi masyarakat, akibatnya perekonomian masyarakat menjadi meningkat.

“Apalagi didaerah ini terkenal dengan makanan khas sate, gulai dan tongseng kambing. Sehingga menjadi terkenal tidak hanya gebyurannya, juga kulinernya,” imbuhnya.

Baca Juga: Frits Yohanes Terpilih Ketua IMI Jateng 2021 Menang Tipis dari Soni Hanya Beda 1 Suara

Baca Juga: Jadwal Buka Puasa dan Imsak Ramadhan 2021 Khusus NTT dan NTB

Hari Bustaman menjelaskan, filosofi dari Gebyuran Bustaman itu karena menjelang puasa maka keangkaramurkaan yang ada pada diri manusia itu harus dibersihkan dengan cara diguyur dengan menggunakan air maka kenagkara murkaan akan hilang dan air itu untuk mensucikan yang kotoran tersebut.

“Jadi dulunya dalam gebyuran bustaman itu wajah pengunjung dicoreng semua. Corengan itu maknanya keangkaramurkaan, emosi dan sebagainya itu kemudian diguyur dengan air sebagai bentuk pensucian diri karena akan kedatangan bulan Ramadan,” jelasnya.

Salah seorang warga, Fara Fitriana mengatakan Gebyuran Bustaman ini sebenarnya merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun.

Baca Juga: Ini Tata Cara Buka Puasa Ramadhan Sesuai Tuntunan Syariat

Baca Juga: LINK LIVE STREAMING Persija vs Barito Putera Piala Menpora di Indosiar Kick Off 18.15 WIB

Tapi karena saat ini masih pandemi, pelaksanannya dilakukan dengan hati-hati sehingga masyarakat yang menyaksikannya harus mematuhi prokes.

“Sebenarnya takut mengikuti tradisi ini, tetapi harus bagaimana sehingga salahsatu upaya untuk menekan dan memutuas mata rantai dengan mematuhi prokes,” katanya.  

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari menjelaskan, Gebyuran Bustaman yang sempat terhenti pada 2020 tersebut.

Baca Juga: Tak Hanya Seri G10 dan G20, Nokia C20 Dikonfirmasi Bakal Rilis di Indonesia dengan Harga Termurah

Baca Juga: Gempa Bumi 6,7 Magnitudo Guncang Malang Jawa Timur Siang Ini, 10 April 2021, Ini Penjelasan BMKG!

Sehingga dengan sangat hati-hati mencoba menyelenggarakan kembali tradisi yang memang sudah bertahun-tahun dilaksanakan bersama dengan masyarakat.

“Memang sedikit berbeda dalam tradisi Gebyuran Bustaman yang sekarang ini dimodifikasi serta ada penyederhanaan dan penyesuaian karena ada beberapa hal yang harus dilakukan terutama menjaga prokes,” tandasnya. ***

Editor: Mahendra Smg

Tags

Terkini

Terpopuler